Dalam sebuah kemenangan besar bagi pembela hak-hak kelompok minoritas seksual, Kanada pada minggu lalu melalui undang-undang baru melarang praktik terapi konversi, sebuah praktik yang secara luas dikecam karena berusaha mengubah orientasi seksual seseorang atau mengubah identitas gender seseorang.
Undang-undang ini menjadikan penerapan konversi terapi terhadap seseorang sebagai kejahatan di Kanada. UU tersebut juga melarang siapapun untuk meraih keuntungan dari praktik itu, dan juga mecegah pihak yang membawa seorang warga Kanada ke luar negeri untuk menjalani terapi konversi di tempat lain.
Perdana Meneteri Justin Trudeau mencuit di Twitter dan memuji larangan itu yang disebutnya merupakan sebuah praktik yang tercela dan merendahkan martabat seseorang.
Mahasiswa di Universitas Ottawa, Jonathan Di Carlo menyebut dirinya seorang yang selamat dari terapi konversi itu, dan menjalani sesi-sesi “terutama dengan latar belakang keagamaan” selama lebih dari satu dekade dimulai saat usianya baru 13 tahun.
"Praktik itu melibatkan ruqyah atau pengusiran setan di depan orang banyak, konseling tatap muka yang dipaksakan di mana seorang pastur tanpa pelatihan psikoterapi mencoba meyakinkan saya bahwa homoseksualitas diakibatkan oleh absennya tokoh bapak atau itu disebabkan oleh perkosaan pada usia muda yang dilakukan oleh sosok orang terdekat seperti ayah atau paman,” demikian kata Di Carlo kepada VOA.
“Kemudian saya diperintahkan untuk berpuasa, sebuah praktik Injil di mana seseorang tidak boleh makan atau minum, kecuali air putih. Saya lakukan itu selama 40 hari dan hanya mengkonsumsi air putih.”
Terapi konversi sudah ditolak oleh berbagai kelompok medis di Barat, termasuk Asosiasi Kesehatan Amerika (American Medical Association), yang mengaitkan praktik tersebut dengan “kerugian jangka panjang signifikan” di mana orang yang menjalani praktik tersebut dapat mengalami depresi, kecemasan, dan perilaku keinginan bunuh diri.
Tahun lalu, sebuah laporan yang diserahkan kepada Dewan HAM PBB mendapati bahwa terapi konversi dipraktikkan di 68 negara dan para korban dihadapkan pada “kekerasan fisik dan psikologis yang keji.”
BACA JUGA: Pengadilan Bangladesh Hukum Mati 6 Militan Pelaku Pembunuhan Brutal Aktivis GayLaporan itu menambahkan, “usaha untuk memetakan patologi dan menghapus identitas seseorang, menegasikan eksistensi mereka sebagai seorang lesbian, gay, biseksual, trans atau gender lainnya, serta mendorong mereka untuk membenci diri sendiri, semuanya memiliki konsekuensi parah pada integritas dan kesejahteraan fisik dan psikologis mereka.”
Kepada VOA, Di Carlo mengisahkan bahwa “saya melakukan pengobatan diri sendiri lewat alkohol selama beberapa tahun di bawah tekanan ingin menjadi seorang heteroseksual, tetapi Tuhan tidak membuat saya demikian.”
Kini ia hidup dengan rasa bangga akan dirinya sendiri.
BACA JUGA: Departeman Luar Negeri AS Terbitkan Paspor Gender-X“Saya berpendapat bahwa dengan mengambil langkah ini, Kanada telah menjadikan dirinya selangkah lebih maju,” kata Di Carlo. “Hal ini menunjukkan bahwa kami punya pendekatan HAM yang hanya tidak dimiliki oleh negara-negara demokrasi lainnya. Kanada mengakui bahwa praktik ini tidak memiliki dasar ilmiah. Ini merupakan kejahatan dan penyiksaan.”
Kanada merupakan tujuan populer untuk kelompok LGBTQ yang teraniaya di seluruh dunia, dan tuan rumah dari gerakan amal yang ditujukan untuk menggalakkan migrasi kelompok tertindas ini masuk ke dalam negara tersebut. Gerakan migrasi tersebut dikenal dengan nama Rainbow Railroad. [jm/lt]