Aktivis Serukan Anak Muda Aktif Tolak Jadi Sasaran Industri Rokok

  • Utami Hussin

Anak-anak harus mendapat perlindungan dari bahaya merokok (foto: ilustrasi).

Menurut pernyataan WHO pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia  akhir Mei lalu, Indonesia adalah satu dari enam negara di dunia yang tingkat penggunaan rokoknya pada usia 15 tahun ke atas diproyeksikan terus meningkat. Apa peran generasi muda Indonesia dalam mengendalikan konsumsi tembakau? 

Data terakhir Survei Kesehatan Indonesia yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan pada tahun 2023 menunjukkan prevalensi perokok berusia 10-18 tahun mencapai 7,4 persen. Menurut survei lima tahunan itu angka tersebut sempat naik menjadi 9,1 persen pada tahun 2018, dan turun pada 2023 namun angkanya tidak lebih rendah daripada angka satu dekade silam, yakni 7,2 persen.

Secara jumlah, kata Ni Made Shellasih, dari Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), perokok Indonesia bertambah 8,4 juta selama periode itu, menjadi 70,2 juta orang pada tahun 2023. Shella, nama panggilan perempuan berusia 28 tahun itu, adalah program manager koalisi 45 organisasi/komunitas aktivis muda dengan beragam latar belakang isu yang diusung mereka, dengan kepedulian utama pada isu-isu pengendalian konsumsi rokok.

BACA JUGA: Hari Tanpa Tembakau Sedunia Serukan Perlindungan Anak dari Pemasaran Rokok

Di Kulon Progo, ada Semarku (Sinergi Bersama Mengurangi Asap Rokok Kulon Progo), komunitas di bawah Dinas Kesehatan yang dibentuk pemerintah kabupaten Kulon Progo, DIY, untuk mewadahi kaum mudah yang peduli dengan bahaya kesehatan, khususnya penggunaan tembakau dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

“Awalnya Semarku dibuat karena di Kulon Progo pada tahun 2014 sudah ada regulasi yang mengatur Kawasan Tanpa Rokok. Seiring berjalannya waktu, tahun 2019, ada penelitian bahwa yang tahu perda itu hanya orang-orang di pemerintahan. Anak-anak muda di Kulon Progo tidak tahu. Jadi pada tahun itu dibentuklah program yang disebut Semarku,” kata Oktavian Denta Eko Antoro, Program Manager Semarku.

Tugas awalnya adalah menjadi sekretariat bagi satgas khusus untuk Kawasan Tanpa Rokok yang isinya adalah orang-orang muda. Semarku, lanjut Denta, diminta untuk membuat program yang membuat orang-orang muda paham akan bahaya asap rokok.

Mengapa orang muda perlu dilibatkan?

Denta mengatakan kaum muda perlu digandeng karena mereka biasanya memiliki banyak ide kreatif.

“Kadang-kadang mereka bilang tidak muncul ide kalau tidak merokok. Ini karena mentornya kalau membuat karya atau berpikir itu sambil merokok. Ini yang kami cekoki. Kita rangkul mereka supaya mereka paham, tanpa merokok, ide tetap muncul, dan ini bisa dipacu dengan hal-hal lain, aktivitas positif selain merokok,” katanya.

Mereka itu, lanjut Denta yang berusia 29 tahun, dilibatkan dalam aktivitas Semarku supaya tidak menjadi korban dari perilaku buruk mentor atau seniornya. Banyak cara kreatif yang dilakukan para aktivis muda itu.

Your browser doesn’t support HTML5

Aktivis Serukan Anak Muda Aktif Tolak Jadi Sasaran Industri Rokok

Salah satu aktivitas yang dikenang Denta adalah ketika Semarku bekerja sama dengan Pramuka mengeluarkan deklarasi pramuka bebas asap rokok. Mereka membakar apa yang menyimbolkan batang rokok dan bungkusnya di api unggun.

“Lucu saja, karena mereka anak-anak pramuka yang identik dengan kemah. Itu kan kumpul-kumpul di depan api unggu sambil merokok. Dan mereka justru menolaknya. Mereka menjadikan pramuka sebagai duta berhenti merokok atau duta antiasap rokok.”

ILUSTRSI - Seorang pria merokok di sebelah spanduk bertuliskan "harus waspada akan bahaya merokok" di Jakarta pada 24 Juni 2014. (Foto: AFP/Adek Berry)

Selain sosialisasi kegiatan melalui media sosial, aktivis Semarku membuat rumah ibadah ramah anak, berupa masjid bebas asap rokok, di Kulon Progo. Atau pada sore hari, sambil memanfaatkan sore hari, Semarku mengajak anak-anak muda keliling Kulon Progo untuk menikmati kuliner setempat sambil melihat apakah ada iklan rokok di sepanjang jalan yang mereka lalu. Kalau ada, mereka melaporkan ke Satpol PP yang kemudian segera menindaknya.

Sementara itu IYCTC banyak berkiprah di tingkat nasional. Kata Shella, IYCTC selalu memberdayakan teman-teman muda untuk terlibat dalam proses penyusunan kebijakan di Indonesia. Sewaktu penyusunan UU omnibus law kesehatan yang sudah disahkan jadi UU kesehatan nomor 17 tahun 2023, jelasnya.

“Kami menyusun policy brief atau policy note untuk pemangku kebijakan. Kita terus ibaratnya WhatsApp pemangku kebijakan, anggota DPR RI untuk bisa didengar aspirasi kita, kita ajukan audiensi dan akhirnya diundang ke rapat dengar pendapat umum oleh DPR RI maupun Kemenkes.”

Gebrakan terbaru IYCTC adalah, lanjut Shella, pilihantanpabeban.id. untuk meningkatkan kesadaran kepada publik untuk bijak memilih menjelang pemilu lalu.

“Karena selama ini belum ada satu platform yang menunjukkan bagaimana sih keberpihakan stakeholder kita, legislatif maupun eksekutif untuk isu pengendalian rokok. Di website kita menunjukkan cek fakta, mitos dan fakta yang tersebar.”

Yang jelas, Shella menjelaskan, industri rokok Indonesia menargetkan anak-anak sebagai calon konsumen setia mereka. Karena itu, lanjutnya, “Sebagai anak muda yang pro-tobacco control, kita tidak boleh kalah, kita harus menolak menjadi sasaran target industri rokok. Sebagai anak muda, kita tidak harus menjadi konsumen loyalnya industri rokok.” [uh/ab]