Aliansi Pemberontak Tegaskan Kembali Komitmen untuk Akhiri Kediktatoran di Myanmar

Anggota kelompok angkatan bersenjata etnis, yang dikenal sebagai Aliansi Tiga Persaudaraan, memeriksa kendaraan lapis baja tentara yang diduga disita kelompok tersebut dari pos terdepan tentara Myanmar di sebuah bukit di kotapraja Hsenwi di negara bagian Shan, 24 November 2023.

Aliansi kelompok pemberontak etnis minoritas di Myanmar, Rabu (13/12), menegaskan kembali komitmennya untuk mengalahkan "kediktatoran" negara tersebut, beberapa hari setelah militer yang berkuasa mengatakan pihaknya mengadakan pembicaraan yang dimediasi China dengan para pemberontak.

Pertempuran meningkat dalam enam minggu terakhir di Myanmar, dengan Aliansi Tiga Persaudaraan melancarkan serangan terkoordinasi terhadap sasaran-sasaran militer di dekat perbatasan utara dengan China.

Serangan tersebut telah mendorong milisi prodemokrasi untuk melakukan hal yang sama di tempat lain, sehingga menghadirkan tantangan medan perang terbesar bagi junta sejak kudeta tahun 2021.

“Kemajuan signifikan telah dicapai, tetapi untuk mencapai tujuan kami secara keseluruhan, perlu lebih banyak waktu dan upaya berkelanjutan,” tulis Aliansi Tiga Persaudaraan di media sosial X, tanpa menyebutkan pembicaraan tersebut.

“Dedikasi kami tetap kuat terhadap seluruh penduduk Myanmar.”

Militer pada hari Senin mengatakan pihaknya bertemu dengan pemberontak dan pihak-pihak lain dalam konflik tersebut, dan putaran perundingan lainnya dijadwalkan pada akhir bulan ini. Tidak ada rincian lain yang diberikan.

Ketiga kelompok dalam aliansi tersebut belum menanggapi permintaan komentar berulang kali dari Reuters. Kementerian Luar Negeri Myanmar pada hari Selasa mengatakan pihaknya senang melihat pihak-pihak yang terlibat dalam konflik Myanmar mengadakan pembicaraan damai dan bersedia memberikan dukungan lebih lanjut.

Kelompok-kelompok pemberontak dan junta tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar pada hari Rabu.

Pertempuran di Myanmar, yang sebagian besar terjadi di wilayah utara negara bagian Shan, telah menimbulkan kekhawatiran akan banjir pengungsi di China. Sekitar 300.000 orang Myanmar mengungsi sejak serangan pemberontak dimulai pada 27 Oktober, menurut PBB. Badan dunia itu juga mengatakan lebih dari 2 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak kudeta. [ab/uh]