Alibaba dan salah satu pendirinya, Joe Tsai, yang merupakan warga Kanada, dituduh mendukung "kampanye penindasan, penahanan massal sewenang-wenang, dan pengawasan teknologi tinggi" yang dilakukan China di Xinjiang.
Menurut kantor berita ESPN, Tsai mendanai ratusan juta dolar untuk melawan rasisme dan diskriminasi di Amerika Serikat, sementara Alibaba, yang berada di bawah kepemimpinannya, mendukung penindasan terhadap kelompok Uyghur di China.
Tsai mengatakan dia yakin pengekangan yang dilakukan China terhadap kebebasan pribadi telah memungkinkan peningkatan kualitas hidup bagi jutaan warga melalui program pembangunan ekonomi.
Sementara itu, seorang warga Kristen yang mengalami penyiksaan selama 10 bulan di kamp pengasingan China di Xinjiang, tiba di AS pada 8 April lalu untuk memberikan kesaksian tentang pengalamannya selama ditawan di mana ia mengalami penyiksaan dan pemberian suntikan paksa di sebuah kamp di wilayah selatan Xinjiang.
Organisasi Amnesty Internasional melaporkan sebanyak empat warga Uyghur termasuk di antaranya seorang remaja berusia 13 tahun, akan menjalani ekstradisi dari Arab Saudi dan dikembalikan ke China.
Your browser doesn’t support HTML5
“Dunia harus segera bereaksi sekarang dan menghentikan deportasi ini dalam hitungan jam, untuk menyelamatkan empat warga Uyghur dari deportasi” kata Lynn Maalouf, wakil direktur regional Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam Laporan Negara tentang Praktik Hak Asasi Manusia tahun 2021 bahwa penindasan yang dilakukan oleh China terhadap Uyghur, Hongkong, dan Tibet adalah salah satu pelanggaran HAM terburuk di dunia. [ps/rs]