Amerika Serikat mengutuk serangan maut baru terhadap minoritas Muslim di Burma barat dan mendesak pemerintah agar mengatasi ketegangan sektarian yang sudah berlangsung lama di sana.
Kedutaan Besar AS di Rangoon mengeluarkan pernyataan yang mengutuk serangan maut terhadap minoritas Muslim di Burma, Rabu (2/10) menyusul kekerasan beberapa hari di negara bagian Rakhine, yang telah menewaskan sedikitnya lima Muslim, termasuk seorang wanita berusia 94 tahun.
Penduduk mengatakan beberapa kelompok Budha bersenjatakan tongkat dan pisau mengamuk di kota Thandwe sebelumnya pekan ini, membakar rumah dan menyerang perusahaan milik Muslim.
Presiden Thein Sein mengunjungi daerah Rakhine yang bergolak dan bertemu dengan para pemimpin lokal untuk hari kedua Rabu (2/10). Ini adalah perjalanan pertamanya ke negara bagian yang bermasalah itu, sejak gelombang kekerasan anti-Muslim pecah pada bulan Juni 2012, menewaskan puluhan orang dan memaksa puluhan ribu orang mengungsi dari wilayah itu.
Dalam pernyataan yang disiarkan di media pemerintah Rabu, Presiden mengatakan "ketidakstabilan berdasarkan agama dan ras itu merugikan dan menghambat" reformasi demokrasi Burma baru-baru ini dan "menodai citra nasional."
Kelompok-kelompok HAM menuduh polisi Burma dan personil militer tidak berbuat cukup untuk menghentikan kekerasan. Dalam beberapa kasus, para saksi telah melaporkan bahwa pihak berwenang ikut serta dalam serangan.
Penduduk mengatakan beberapa kelompok Budha bersenjatakan tongkat dan pisau mengamuk di kota Thandwe sebelumnya pekan ini, membakar rumah dan menyerang perusahaan milik Muslim.
Presiden Thein Sein mengunjungi daerah Rakhine yang bergolak dan bertemu dengan para pemimpin lokal untuk hari kedua Rabu (2/10). Ini adalah perjalanan pertamanya ke negara bagian yang bermasalah itu, sejak gelombang kekerasan anti-Muslim pecah pada bulan Juni 2012, menewaskan puluhan orang dan memaksa puluhan ribu orang mengungsi dari wilayah itu.
Dalam pernyataan yang disiarkan di media pemerintah Rabu, Presiden mengatakan "ketidakstabilan berdasarkan agama dan ras itu merugikan dan menghambat" reformasi demokrasi Burma baru-baru ini dan "menodai citra nasional."
Kelompok-kelompok HAM menuduh polisi Burma dan personil militer tidak berbuat cukup untuk menghentikan kekerasan. Dalam beberapa kasus, para saksi telah melaporkan bahwa pihak berwenang ikut serta dalam serangan.