Amerika: Iran Abaikan Kekhawatiran Internasional Soal Program Nuklirnya

  • Margaret Besheer
Seorang pelajar melihat mesin sentrifugal buatan lokal dalam sebuah pameran terkait pencapaian nuklir Iran di Teheran, pada 8 Februari 2023. (Foto: AP/Vahid Salemi)

Seorang pelajar melihat mesin sentrifugal buatan lokal dalam sebuah pameran terkait pencapaian nuklir Iran di Teheran, pada 8 Februari 2023. (Foto: AP/Vahid Salemi)

Amerika Serikat mengatakan Iran "secara mencolok" menentang Dewan Keamanan PBB dan mengabaikan "kekhawatiran yang jelas dan konsisten" dari dewan tersebut dan masyarakat internasional.

Amerika Serikat memperingatkan pada Rabu (12/3) bahwa mereka akan terus memberikan "tekanan maksimum" kepada Iran untuk mencegah negara tersebut memperoleh senjata nuklir, karena Teheran menolak tawarannya untuk perundingan nuklir baru di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang persediaan uranium yang diperkaya.

"Seperti dilaporkan oleh Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Teheran terus mempercepat produksi uranium yang diperkaya dengan sangat tinggi," kata misi AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sebuah pernyataan. "Iran juga merupakan satu-satunya negara di dunia yang tidak memiliki senjata nuklir namun memproduksi uranium yang diperkaya dengan sangat tinggi, yang tidak memiliki tujuan damai yang kredibel."

Amerika Serikat mengatakan Iran "secara mencolok" menentang Dewan Keamanan PBB dan mengabaikan "kekhawatiran yang jelas dan konsisten" dari dewan tersebut dan masyarakat internasional.

"Dewan harus jelas dan bersatu dalam menangani dan mengutuk perilaku menantang ini," kata pernyataan AS.

BACA JUGA: Misi PBB: Perundingan Nuklir Iran-AS Memungkinkan Jika Fokus Terbatas

Iran telah membantah selama bertahun-tahun bahwa program nuklirnya ditujukan untuk tujuan militer. Namun, mulai Mei 2019, Iran secara bertahap menghentikan pelaksanaan komitmen terkait nuklirnya berdasarkan kesepakatan nuklir 2015, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama, atau JCPOA, yang memberikan keringanan sanksi kepada Teheran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

Pada Februari 2021, Iran menghentikan pelaksanaan komitmennya sama sekali. Akibatnya, IAEA tidak lagi melakukan kegiatan verifikasi dan pemantauan terkait kesepakatan tersebut, dan hal itu menimbulkan banyak pertanyaan tentang apa yang dilakukan Iran.

Amerika Serikat, bersama dengan Inggris dan Prancis, yang tetap menjadi pihak dalam JCPOA, yang ditinggalkan oleh pemerintahan Trump pertama, menyerukan pertemuan tertutup Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu untuk membahas upaya proliferasi Iran. Anggota dewan lainnya, seperti Yunani, Panama, dan Korea Selatan juga mendukung seruan tersebut.

"Kami sangat prihatin dengan laporan IAEA terbaru tentang produksi uranium yang sangat diperkaya oleh Iran," kata Wakil Duta Besar Inggris untuk PBB James Kariuki kepada wartawan.

Sejumlah mesin sentrifugal yang terpasang di fasilitas pengayaan uranium Natanz, di Iran, dalam foto yang dirilis pada 5 November 2019. (Foto: Atomic Energy Organization of Iran via AP, File)

"Direktur jenderal melaporkan bulan lalu bahwa Iran kini telah memproduksi 275 kilogram uranium yang diperkaya hingga 60% -- jauh melampaui apa pun yang dibutuhkan untuk penggunaan sipil -- dan tidak ada negara non-nuklir lain yang memiliki jumlah seperti itu," katanya.

Kariuki mengatakan Inggris akan mengambil tindakan diplomatik apa pun yang diperlukan untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir, termasuk menerapkan kembali sanksi PBB -- sebuah proses yang dikenal sebagai snapback. Berdasarkan ketentuan kesepakatan, sanksi PBB sebelumnya dapat "diberlakukan kembali" jika Teheran tidak memenuhi komitmennya.

JCPOA akan berakhir pada bulan Oktober, yang berarti peluang untuk negosiasi substantif akan segera ditutup.

Duta Besar Iran untuk PBB berpartisipasi dalam pertemuan tersebut, tetapi misi Iran untuk PBB mengkritik pertemuan itu, dengan mengatakan di platform media sosial X bahwa "Washington secara terbuka berusaha menjadikan Dewan Keamanan PBB sebagai senjata untuk meningkatkan perang ekonomi melawan Iran. Penyalahgunaan yang berbahaya ini harus ditolak untuk melindungi kredibilitas Dewan."

BACA JUGA: Iran Bantah Terima Surat dari Donald Trump

Rusia dan China, yang juga merupakan penanda tangan JCPOA, adalah sekutu Teheran.

Duta Besar China untuk PBB mengatakan kepada wartawan bahwa masalah nuklir sedang ditangani di Wina di kantor IAEA dan bahwa Beijing tidak mendukung pertemuan dewan pada hari Rabu itu. Fu Cong menyalahkan pemerintahan Trump karena mengganggu JCPOA sejak awal dengan menarik diri pada tahun 2017, tetapi pada saat yang sama ia mengatakan China berharap kesepakatan baru dapat dicapai sebelum berakhirnya perjanjian pada bulan Oktober.

"Memberikan tekanan maksimum terhadap negara tertentu tidak akan membuat tujuan tercapai," tambahnya.

Fu mencatat bahwa China akan mengadakan pertemuan di Beijing dengan Iran dan Rusia pada Jumat (14/3), untuk mencoba memfasilitasi kemungkinan kesepakatan guna menstabilkan situasi. Pertemuan tersebut akan diketuai oleh Wakil Menteri Luar Negeri Eksekutif Ma Zhaoxu, sementara Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Ryabkov Sergey Alexeevich dan Wakil Menteri Luar Negeri Iran Kazem Gharibabadi diperkirakan akan hadir. [ab/lt]