Jaksa penuntut di pengadilan militer Amerika di Guantanamo, Kuba, Senin lalu (30/8) menyampaikan dakwaan terhadap Encep Nurjaman alias Hambali, mantan pemimpin Jamaah Islamiyah dan tersangka bom teror di Jakarta dan Bali. Dakwaan juga disampaikan pada dua tersangka teroris lain yang berasal dari Malaysia, Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik bin Amin. Ketiganya dijarat pasal kejahatan militer, pembunuhan, terorisme, dan konspirasi.
Sidang dilangsungkan 18 tahun setelah ia ditangkap dalam operasi gabungan CIA dan otoritas berwenang Thailand di Ayutthaya, Thailand, 14 Agustus 2003. Hambali sempat ditahan di beberapa penjara rahasia milik CIA, sebelum akhirnya dipindahkan ke Guantanamo pada September 2006.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan pemerintah Amerika tidak menyampaikan pemberitahuan resmi kepada pemerintah Indonesia mengenai sidang Hambali tersebut.
"Sepengetahuan saya tidak ada. Jadi kita mendengarkan dari pemberitaan adanya sidang tersebut. Di luar itu tidak ada (pemberitahuan resmi). Sepengetahuan saya yah," kata Faizasyah.
Faizasyah menambahkan pemerintah tampaknya tidak akan memberikan bantuan hukum terhadap Hambali karena belum ada kepastian tentang status kewarganegaraannya. Ketika ditangkap di Thailand pada 2003, Hambali memegang paspor negara salah satu negara Eropa, jadi dia bukan lagi warga negara Indonesia.
Ketika ditanya soal usulan untuk menyidangkan Hambali di Indonesia, Faizasyah menolak berkomentar karena menganggap hal itu bukan kompetensinya.
Hanya saja, lanjut Faizasyah, kalau memang membutuhkan bukti-bukti dari Indonesia, hal tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama antara lembaga terkait dari kedua negara.
Faizasyah menjelaskan Hambali sudah mendapatkan haknya dalam sidang yang telah digelar karena ia mendapat bantuan pengacara dari pemerintah Amerika.
Dihubungi secara terpisah, pengacara Hambali, Achmad Michdan mengatakan keluarga Hambali berharap mantan pentolan JI itu bisa kembali ke Indonesia. Untuk itu Michdan menyerukan pembelaan maksimal dilakukan tim pengacara militer yang sudah ditunjuk oleh pemerintah Amerika. Dia menambahkan James Valentine, salah satu pengacara Hambali, pernah datang ke Indonesia menemui dirinya beberapa kali.
Your browser doesn’t support HTML5
Valentine terakhir datang sebelum pandemi COVID-19. Kepada Valentine, Hambali meminta Michdan didatangkan ke Amerika untuk dipertemukan dengan dirinya, sehingga awalnya Michdan bersama dua kolega pengacara dan satu dokter berencana terbang ke Amerika untuk menemui Hambali.
Dalam komunikasi terakhir, Valentine menyatakan sebentar lagi Hambali akan disidang. Michdan mengatakan memang pernah ada tawaran kepada Hambali untuk mengakui saja dakwaan sehingga akan divonis tanpa perlu disidang. Namun persoalannya tidak sesederhana itu. Hukuman bisa diterima Hambali bisa puluhan atau ratusan tahun penjara.
"Mereka juga sempat menawarkan kepada saya mungkin (hukumannya) kisaran 40 tahun tapi itu nggak dipotong (masa) tahanan (sudah dijalani Hambali). Saya keberatan (atas hal) itu. Kalau begitu kita usahakan saja bagaimana (Hambali) bisa disidangkan di Indonesia, dikembalikan ke Indonesia. Kan, TKP nya di Indonesia," ujar Michdan.
Hanya saja, Michdan mengakui banyak hal yang mengganjal. Salah satu diantaranya, pemerintah Indonesia tidak mau memberikan lagi kewarganegaraan Indonesia untuk Hambali.
Kemudian James Valentine, salah satu pengacara Hambali, pensiun. Dia diganti oleh James Hodes. Michdan mendapat kabar Hambali marah karena tidak dizinkan bertemu keluarganya secara virtual ketika ibu dan dua adiknya meninggal.
Michdan meminta dirinya dihadirkan secara virtual dalam sidang Hambali selanjutnya. Namun dia mengakui belum bisa berkomunikasi dengan tim Holders.
Selama ini Hambali ditahan di penjara Amerika dengan penjagaan sangat ketat di Teluk Guantanamo, Kuba. Hambali sudah bercerai dengan istrinya dan tidak memiliki anak. [fw/em]