Amien Rais Nilai Ada Kejanggalan Dalam Pemanggilannya

  • Fathiyah Wardah

Muhammad Amien Rais di kediamannya Pandeyan Sari, Condong Catur, Sleman Yogyakarta (foto: VOA/Munarsih).

Politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus kebohongan Ratna Sarumpaet di Polda Metro Jaya. Dalam keterangannya Amien Rais menilai ada kejanggalan dalam kasus pemanggilannya ini.

Drama kebohongan Ratna Sarumpaet menyeret sejumlah pihak. Rabu (10/10), politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus kebohongan Ratna Sarumpaet di Polda Metro Jaya.

Amien Rais datang ke Polda Metro Jaya didampingi anaknya Tasniem Fauzia Rais dan sejumlah pengacara serta politisi dari PAN. Ini merupakan panggilan ke-dua terhadap Amien. Sebelumnya pada panggilan pertama, Amien tidak hadir.

Sebelum masuk untuk diperiksa. Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais menilai janggal pemanggilannya sebagai saksi kasus penyebaran informasi bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet. Ia mengatakan, surat pemanggilan dirinya dilayangkan polisi pada 2 Oktober 2018.

Padahal ia mendengar pernyataan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto dalam wawancara dengan salah satu TV swasta yang menyatakan bahwa pemanggilan Amien Rais berdasarkan keterangan Ratna Sarumpaet. Menurut Amien hal ini janggal karena Ratna baru ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada 4 Oktober 2018. Pada tanggal itu aktivis wanita tersebut belum memberikan keterangan apapun kepada polisi.

"Irjen Setyo Wasisto menyatakan bahwa saya dipanggil berdasarkan keterangan Ratna Sarumpaet. Panggilan kepada saya tertanggal 2 Oktober padahal seperti kita tahu Ratna Sarumpaet baru ditangkap oleh kepolisian tanggal 4 Oktober. Ini surat panggilan untuk saya sangat janggal. Ratna Sarumpaet tanggal 2 Oktober belum memberikan keterangan apapun ke polisi, kok surat panggilan saya sudah jadi duluan. Apakah ini upaya kriminalisasi? Wallahualam," kata Amien Rais.

Hal lainnya, lanjut Amien, dalam surat panggilan itu namanya tidak disebutkan tidak lengkap dan salah ejaan. Ia mengatakan, nama lengkapnya adalah Muhammad Amien Rais, namun surat pemanggilannya hanya mencantumkan nama Amin Rais (tanpa e), dan tanpa Muhammad.

Amien mempertanyakan apakah kepolisian alergi terhadap nama depannya. Pada kesempatan itu, Mantan Ketua MPR tersebut juga meminta presiden Joko Widodo mengganti Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang dinilainya tidak bersih.

Atas tudingan Amien Rais, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan bahwa pada tanggal 2 Oktober, setelah polisi mendapatkan informasi bahwa di Bandung tidak ada penganiayaan terhadap Sarumpaet, penyidik Polda Metro Jaya membuat laporan informasi dan sikap untuk mendapatkan informasi dari orang-orang yang patut diduga mengetahui perkara ini.

"Penyidik mengetahui dan patut diduga bapak Amien Rais sedikit banyak mengetahui tentang jalan cerita dan konstruksi dari perkara," kata Setyo Wasisto.

Usai menjalani pemeriksaan selama enam jam, Amien Rais mengatakan telah diberikan 30 pertanyaan oleh penyidik, di antaranya seputar pertemuannya dengan Ratna Sarumpaet dan juga konferensi pers yang dilakukan bersama Prabowo Subianto pada 2 Oktober malam.

Ratna Sarumpaet (69 tahun) menjadi berita pekan lalu karena beredar kabar bahwa ia dianiaya sejumlah orang di Bandung pada 21 September lalu hingga wajahnya terluka parah. Foto-foto wajah lebam aktivis dan seniman pendukung calon Presiden Prabowo Subianto tersebut muncul di media sosial. Prabowo dan para elite tim sukses, termasuk Amien Rais, menggelar konferensi pers yang mengutuk kekerasan terhadap Ratna yang juga juru kampanyenya.

Tak lama berselang akhirnya Ratna Sarumpaet mengaku bahwa kasus penganiayaan terhadap dirinya bohong demi menutupi operasi plastik dari keluarganya. Mendengar kabar itu Prabowo Subianto meminta maaf dan memberhentikan Ratna sebagai anggota tim juru kampanyenya dan menyerahkan kasus tersebut kepada polisi.

Tidak berhenti sampai di situ, sejumlah pihak melaporkan kasus ini ke polisi. Termasuk di antaranya juru bicara Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja, Farhat Abbas, yang melaporkan 17 nama antara lain Prabowo Subianto, Amien Rais, Fadli Zon, Rachel Maryam yang dinilai telah menyebarkan informasi bermuatan berita bohong dan diduga untuk merusak jalannya pilpres 2019.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai Prabowo Subianto, Amien Rais hingga Rachael Maryam tidak bisa dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena mereka sebelumnya tidak mengetahui jika Ratna Sarumpaet berbohong sehingga tidak sengaja menyebarkan kabar hoaks itu.

Your browser doesn’t support HTML5

Amien Rais Nilai Ada Kejanggalan Dalam Pemanggilannya

"Dalam pengertian saya, Prabowo, Amien Rais ini tidak dengan sengaja. Dia terjebak betul di mana situasi dia tidak tahu, dia hanya diberitahu tapi dia tidak tahu kalau itu bohong. Oleh karena itu Prabowo, Amien Rais, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Rachael Maryam menurut saya tidak bisa kena UU ITE," jelasnya.

Calon Wakil presiden Ma’ruf Amin membantah jika pihaknya dikatakan mempolitisasi kasus ini.

"Itu urusan pihak yang berwenang bukan urusan kita. Kita tidak ada goreng menggoreng, itu tidak ada. Kita santun saja, jalan saja," komentarnya.

Pihak kepolisian telah menetapkan Ratna Sarumpaet dalam kasus berbohong mengenai penganiayaan terhadap dirinya. Ratna yang kini mendekam di rutan Polda Metro Jaya terancam hukuman 10 tahun penjara. [fw/uh]