Amnesty International Minta PBB Ambil ‘Tindakan Tegas’ Terhadap Iran

Gambar dari video yang diambil oleh seseorang yang tidak dipekerjakan oleh AP dan diperoleh di luar Iran ini menunjukkan polisi tiba untuk membubarkan protes untuk menandai 40 hari sejak kematian Mahsa Amini, di Teheran, 26 Oktober 2022.

Amnesty International, Kamis (28/10) meminta PBB agar mengambil “tindakan tegas” terhadap Iran, menyusul pembunuhan sedikitnya delapan demonstran dan pelayat pada hari Rabu dan Kamis di setidaknya empat provinsi.

Protes belakangan ini dimulai di Iran setelah kematian Mahsa Amini, yang tewas dalam tahanan polisi setelah ditangkap karena mengenakan jilbab “secara tidak benar.”

“Penggunaan senjata api yang ceroboh dan melanggar hukum oleh pihak berwenang Iran terhadap demonstran, termasuk penggunaan peluru tajam, kembali mengungkapkan tingginya dampak kelambanan internasional yang tragis,” kata Heba Morayef, direktur Amnesty International untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara, dalam sebuah pernyataan. “Semua negara anggota Dewan HAM PBB harus mengambil tindakan tegas sekarang dan segera menyelenggarakan sidang khusus mengenai Iran untuk mencegah korban jiwa lebih lanjut.”

Amnesty mengatakan bahwa pada Rabu dan Kamis, pasukan keamanan Iran “meningkatkan penggunaan kekuatan mereka yang melanggar hukum – termasuk melepaskan tembakan dengan peluru tajam, mimis logam dan gas air mata – terhadap demonstran dan pelayat yang berkumpul di provinsi Kurdistan, Azerbaijan Barat, Kermanshah dan Lorestan.”

Morayef mengatakan, “Dewan HAM PBB harus menjelaskan kepada pihak berwenang Iran bahwa kejahatan mereka di bawah hukum internasional tak akan dibiarkan tidak diinvestigasi – atau tidak dihukum – dengan membentuk mekanisme akuntabilitas dan pelaporan independen mengenai Iran.”

“Kegagalan sekarang ini dalam memberlakukan mekanisme semacam itu, terlepas dari pembunuhan luas yang melanggar hukum terhadap demonstran sejak protes nasional pada Desember 2017-Januari 2018 merupakan indikasi betapa tragedi brutal semacam itu di Iran tampaknya telah dianggap normal,” kata Morayef.

Ia mengatakan, “Masyarakat internasional telah terlalu lama menunggu keadilan bagi keluarga korban dan pembela HAM.” [uh/ab]