Amnesty International mendesak para pemasok bahan bakar pesawat ke Myanmar untuk menangguhkan pengiriman mereka. Ini dimaksudkan untuk mencegah militer menggunakannya untuk melakukan serangan udara terhadap sasaran-sasaran sipil karena jumlah pengeboman telah meningkat.
Dalam sebuah laporan yang dirilis Kamis (3/11), kelompok HAM yang berbasis di London itu mendokumentasikan pengalihan bahan bakar penerbangan yang seharusnya hanya digunakan untuk perjalanan dan transportasi sipil ke militer. Kelompok ini juga meminta perusahaan-perusahaan penyulingan, pelayaran dan lainnya dalam rantai pasokan bahan bakar pesawat untuk menghentikan pengiriman sampai mereka dapat memastikan bahwa bahan bakar itu tidak akan dialihkan untuk penggunaan militer.
Laporan tersebut, yang digarap bersama dengan organisasi aktivis bawah tanah Justice for Myanmar, memantau berita-berita serangan udara yang telah menewaskan puluhan orang yang tidak terlibat dalam pertempuran dengan pemerintah. Militer telah mengendalikan pemerintah Myanmar setelah menggulingan pemerintah terpilih pada Februari 2021.
“Serangan udara ini telah menghancurkan keluarga-keluarga, meneror warga sipil, menyebabkan banyak korban tewas dan cacat. Jika pesawat tidak bisa mengisi bahan bakar, pesawat-pesawat itu tidak bisa terbang dan menimbulkan malapetaka. Hari ini kami menyerukan kepada pemasok, agen pengiriman, pemilik kapal dan perusahaan asuransi maritim untuk menarik diri dari rantai pasokan yang menguntungkan Angkatan Udara Myanmar,'' kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard dalam pernyataan yang sudah disiapkan sebelumnya.
“Tidak ada pembenaran untuk berpartisipasi dalam penyediaan bahan bakar penerbangan untuk militer yang melakukan penghinaan mencolok terhadap HAM dan telah berulang kali dituduh melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat lainnya.''
Serangan udara militer menewaskan hingga 80 orang, termasuk sejumlah penyanyi dan musisi, yang menghadiri perayaan ulang tahun organisasi politik utama etnis minoritas Kachin bulan lalu. Insiden itu tampaknya menelan korban jiwa yang paling banyak dalam satu serangan udara sejak militer merebut kekuasaan.
BACA JUGA: Bahas Myanmar, Menlu ASEAN Langsungkan Pertemuan KhususSejumlah warga sipil dari kelompok etnis minoritas Karen di Myanmar Timur juga tewas dalam serangan udara awal tahun ini. Kelompok etnis minoritas itu telah berjuang untuk mendapatkan otonomi selama beberapa dekade.
Serangan udara militer terhadap sekolah, desa dan kamp pengungsi telah menghancurkan rumah, sekolah, biara dan infrastruktur sipil lainnya. Militer mengatakan serangan seperti itu diperlukan untuk melawan kelompok-kelompok teroris.
Para pejuang HAM telah melobi pemerintah untuk memberlakukan embargo senjata dan memotong pasokan bahan bakar yang mungkin dialihkan untuk tujuan militer. Para penentang tindakan tersebut mengatakan bahwa memblokir pasokan bahan bakar pesawat akan mengganggu perjalanan sipil dan pengiriman bantuan kemanusiaan. [ab/uh]