Amnesty Rinci Laporan Pemerkosaan oleh Pasukan Tigray di Amhara

Fatuma Hussein (65, bersama keluarganya duduk di penampungannya di sebuah kamp pengungsi internal akibat pertempuran antara Pasukan Pertahanan Nasional Ethiopia (ENDF) dan pasukan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) di kota Dessie, wilayah Amhara, Ethiopia , 8 Oktober 2021.

Sejumlah perempuan dari sebuah kota di kawasan Amhara, Ethiopia, menuduh pasukan Tigray memerkosa mereka di bawah todongan senjata dan juga merampok mereka.

Sebuah laporan baru Amnesty International merinci serangan mengerikan yang dituduh berlangsung di Nifas Mewcha, di daerah Amhara, Ethiopia Utara, pada pertengahan Agustus lalu.

Melalui wawancara dengan 16 perempuan, organisasi HAM berbasis di London itu merinci pola pemerkosaan berkelompok, serangan fisik dan lisan. Laporan itu juga menyebutkan para anggota Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) menjarah dan menghancurkan fasilitas-fasilitas medis di kota itu. Sebagian penyintas yang berbicara kepada Amnesty menceritakan tentang serangan brutal dan penggunaan kata-kata yang menghina etnis mereka. Dalam beberapa kasus, perempuan itu menyatakan mereka diperkosa di tengah kehadiran anak-anak mereka.

Para pengungsi menunggu makanan didistribusikan saat makan siang di pusat pengungsi internal di Debark, wilayah Amhara, Ethiopia utara, 27 Agustus 2021.

Amnesty meminta para komandan TPLF untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan tersebut dan menyingkirkan semua pelaku dari pasukan mereka.

“Kesaksian yang kami dengar dari para penyintas menggambarkan tindakan tercela oleh anggota TPLF yang merupakan kejahatan perang, dan berpotensi menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Agnes Callamard, Sekjen Amnesty International. “Mereka menentang moralitas atau kemanusiaan sekecil apapun.”

Namun pimpinan TPLF menolak laporan tersebut. Juru bicara Getachew Reda mencuit hari Selasa sebelum laporan itu dirilis bahwa ini “dimaksudkan untuk membangun sikap netral dengan membagi perasaan bersalah” antara pejuang di kedua pihak dalam konflik.Para penyintas mengatakan kepada Amnesty bahwa serangan itu dimulai tidak lama setelah TPLF merebut kota itu pada 12 Agustus. Para pejabat lokal dan federal mengatakan antara 71 dan 73 perempuan diperkosa. [uh/ab]