Karena menolak keputusan koalisi terkait kenaikan harga BBM, analis mengatakan Partai Keadilan Sejahtera seharusnya menarik tiga menterinya dari kabinet.
JAKARTA —
Hingga kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi secara resmi diumumkan pemerintah Jumat malam (21/6), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tetap menolak kebijakan tersebut.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, seharusnya PKS berjiwa besar dan segera menarik para menterinya.
Empat partai menolak kenaikan harga BBM bersubsidi naik dan PKS merupakan satu-satunya partai koalisi yang menolak. Sementara tiga lainnya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hanura dan Gerindra.
Ikrar mengatakan seharusnya PKS sudah memperhitungkan risiko yang akan terjadi jika berseberangan dengan koalisi partai.
“Kalau buat saya sih PKS tidak tegas ya. Kalau memang itu tidak setuju, kenapa kemudian tidak juga menarik diri dari kabinet. Kalau misalnya anggota setgab (sekretariat gabungan) tidak setuju itu dianggap dia mengundurkan diri atau kemudian bisa dikeluarkan. Itu otomatis keanggotaan di dalam kabinet juga keluar,” ujarnya.
Belum ditariknya tiga menteri yang berasal dari PKS yaitu Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono dan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mendapat kritik dan sindiran dari berbagai kalangan. Namun ada juga yang menilai seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tegas terhadap PKS dan memberhetikan ketiga menteri tersebut.
Anggota Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid mengatakan, pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogratif presiden.
“PKS (disebut) tidak tahu diri, PKS banci, PKS hanya mau enaknya saja. Padahal dalam konteks Undang-Undang Dasar, hak itu hanya diberikan kepada Presiden,” ujar Hidayat, yang merupakan mantan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sebelumya, dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, PKS tidak menyetujui perubahan anggaran negara (APBNP) 2013 dan menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun APBNP tetap disetujui dan harga BBM bersubsidi tetap naik setelah lima fraksi dari partai koalisi menyatakan setuju yaitu fraksi Partai Demokrat, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha mengatakan sikap PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi secara otomatis dapat diartikan sudah tidak lagi sejalan sehingga tidak lagi memiliki peran di dalam koalisi.
“Bilamana itu tidak dilakukan maka keberadaan mereka di dalam koalisi pada hakikatnya telah berakhir, telah selesai,” ujarnya, namun tidak memberikan kejelasan mengenai sikap Presiden.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang sekalisgus ketua harian Partai Demokrat, Syarif Hasan mengatakan, Presiden Yudhoyono pasti akan bersikap terhadap PKS dan juga akan bersikap terhadap tiga menteri dari PKS.
“Kami tidak memikirkan dulu PKS, PKS itu nomor yang kesekian. Setelah program kebijakan pemerintah ini bisa berjalan dengan baik, diterima oleh rakyat, dinikmati oleh rakyat, baru kita pikirkan mau diapain itu PKS,” ujarnya.
Menteri Pertanian, Suswono mengatakan meski persoalan keberadaan PKS dalam kabinet terus memanas akhir-akhir ini, ia tetap berkonsentrasi menjalankan tugas.
“Selama ini saya tetap konsisten sebagai pembantu Presiden. Itu urusan Bapak Presiden, karena itu hak prerogatif. Kita harus menghormati beliau. Yang jelas karena perintah partai saya disuruh membantu sepenuhnya Bapak Presiden, ya saya lakukan,” ujarnya.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, seharusnya PKS berjiwa besar dan segera menarik para menterinya.
Empat partai menolak kenaikan harga BBM bersubsidi naik dan PKS merupakan satu-satunya partai koalisi yang menolak. Sementara tiga lainnya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hanura dan Gerindra.
Ikrar mengatakan seharusnya PKS sudah memperhitungkan risiko yang akan terjadi jika berseberangan dengan koalisi partai.
“Kalau buat saya sih PKS tidak tegas ya. Kalau memang itu tidak setuju, kenapa kemudian tidak juga menarik diri dari kabinet. Kalau misalnya anggota setgab (sekretariat gabungan) tidak setuju itu dianggap dia mengundurkan diri atau kemudian bisa dikeluarkan. Itu otomatis keanggotaan di dalam kabinet juga keluar,” ujarnya.
Belum ditariknya tiga menteri yang berasal dari PKS yaitu Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono dan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mendapat kritik dan sindiran dari berbagai kalangan. Namun ada juga yang menilai seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tegas terhadap PKS dan memberhetikan ketiga menteri tersebut.
Anggota Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid mengatakan, pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogratif presiden.
“PKS (disebut) tidak tahu diri, PKS banci, PKS hanya mau enaknya saja. Padahal dalam konteks Undang-Undang Dasar, hak itu hanya diberikan kepada Presiden,” ujar Hidayat, yang merupakan mantan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sebelumya, dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, PKS tidak menyetujui perubahan anggaran negara (APBNP) 2013 dan menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun APBNP tetap disetujui dan harga BBM bersubsidi tetap naik setelah lima fraksi dari partai koalisi menyatakan setuju yaitu fraksi Partai Demokrat, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha mengatakan sikap PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi secara otomatis dapat diartikan sudah tidak lagi sejalan sehingga tidak lagi memiliki peran di dalam koalisi.
“Bilamana itu tidak dilakukan maka keberadaan mereka di dalam koalisi pada hakikatnya telah berakhir, telah selesai,” ujarnya, namun tidak memberikan kejelasan mengenai sikap Presiden.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang sekalisgus ketua harian Partai Demokrat, Syarif Hasan mengatakan, Presiden Yudhoyono pasti akan bersikap terhadap PKS dan juga akan bersikap terhadap tiga menteri dari PKS.
“Kami tidak memikirkan dulu PKS, PKS itu nomor yang kesekian. Setelah program kebijakan pemerintah ini bisa berjalan dengan baik, diterima oleh rakyat, dinikmati oleh rakyat, baru kita pikirkan mau diapain itu PKS,” ujarnya.
Menteri Pertanian, Suswono mengatakan meski persoalan keberadaan PKS dalam kabinet terus memanas akhir-akhir ini, ia tetap berkonsentrasi menjalankan tugas.
“Selama ini saya tetap konsisten sebagai pembantu Presiden. Itu urusan Bapak Presiden, karena itu hak prerogatif. Kita harus menghormati beliau. Yang jelas karena perintah partai saya disuruh membantu sepenuhnya Bapak Presiden, ya saya lakukan,” ujarnya.