Sebuah studi baru yang diterbitkan di jurnal Nature Human Behavior pada Senin (14/2) mengungkapkan bahwa sedikitnya ada tiga kelompok kriminal utama yang bertanggung jawab atas penyelundupan sebagian besar gading gajah dari Afrika.
Para peneliti menggunakan analisis DNA dari gading gajah yang disita dan bukti-bukti seperti catatan telepon, plat nomor kendaraan, catatan keuangan dan dokumen pengiriman untuk memetakan operasi perdagangan di seluruh benua, dan semakin memahami siapa yang berada di balik kejahatan ini.
Louise Shelley, salah seorang peneliti perdagangan ilegal gading gajah di Universitas George Mason – tetapi tidak terlibat dalam kajian baru tersebut – mengatakan “ketika kita memiliki analisis genetik dan data lainnya, kita akhirnya dapat mulai memahami rantai pasokan ilegal, dan ini benar-benar kunci untuk melawan jaringan (kejahatan) ini.”
BACA JUGA: Polisi Bongkar Sindikat Perdagangan Organ Satwa DilindungiPakar biologi konservasi Samuel Wasser, yang merupakan salah seorang peneliti kajian tersebut, berharap temuannya akan membantu aparat penegak hukum menarget para pemimpin jaringan perdagangan ilegal ini, bukan sekadar pemburu tingkat rendah yang dengan mudah dapat diganti oleh organisasi kriminal.
“Jika kita dapat menghentikan perdagangan gading gajah di tempat di mana ia dikonsolidasikan dan diekspor ke luar negeri, di sanalah para pemain utama sesungguhnya berada,” ujar Wasser, yang ikut memimpin Pusat Ilmu Forensik Lingkungan di Universitas Washington.
Populasi gajah Afrika menyusut dengan cepat. Dari sekitar lima juta gajah pada satu abad yang lalu, populasinya menjadi sekitar 1,3 juta gajah pada tahun 1978. Jumlah total gajah di Afrika saat ini diperkirakan hanya tinggal sekitar 415.000 ekor saja.
Larangan memperjualbelikan gading komersial pada tahun 1989 tidak menghentikan penurunan penjualan ilegal. Setiap tahun, diperkirakan 500 metrik ton gading gajah dikirim dari Afrika, sebagian besar ke wilayah Asia.
Selama dua puluh tahun terakhir ini Wasser telah terpaku pada beberapa pertanyaan kunci, yaitu “di mana sebagian besar gading ini diburu? Siapa yang memindahkannya? Berapa banyak orang yang terlibat?”
Wasser bekerja sama dengan otoritas satwa liar di Kenya, Singapura, Hong Kong, Malaysia dan beberapa negara lain, yang menghubunginya setelah mereka mencegat pengiriman gading gajah. Wasser akan terbang ke negara-negara itu untuk mengambil sedikit contoh gading gajah guna menganalisa DNA-nya. Kini ia telah memiliki sampel gading dari lebih 4.300 gajah yang diperdagangkan keluar dari Afrika antara tahun 1995 hingga saat ini.
“Ini kumpulan data yang luar biasa,” ujar pakar biologi Universitas Princeton, Robert Pringle, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut. Data seperti ini “memungkinkan (kita) menemukan koneksi dan membuat kesimpulan yang kuat,” ujarnya.
Pada tahun 2004, Wasser menunjukkan bahwa DNA dari gading dan kotoran gajah dapat digunakan untuk menentukan lokasi rumah mereka dalam jarak beberapa ratus mil. Empat tahun kemudian, pada tahun 2018, Wasser menyadari bahwa menemukan DNA yang identik pada gading gajah dari dua kasus penyitaan gading berarti gading itu diambil dari hewan yang sama, dan kemungkinan diperdagangkan oleh jaringan pemburu yang sama.
Penelitian baru memperluas pendekatan untuk mengidentifikasi DNA milik induk gajah dan keturunannya, serta saudara-saudara gajah tersebut, dan mengarah pada temuan bahwa hanya sedikit kelompok kriminal yang berada di balik sebagian besar perdagangan gading gajah di Afrika.
Gajah betina diketahui senantiasa berada dalam kelompok keluarga yang sama sepanjang hidupnya, dan kebanyakan gajah jantan tidak melakukan perjalanan terlalu jauh dari kawanan keluarga mereka. Oleh karena itu para peneliti memiliki hipotesis bahwa gading dari anggota keluarga dekat kemungkinan telah diburu pada waktu bersamaan, atau oleh pemburu yang sama.
Tautan genetika semacam itu dapat memberi cetak biru bagi otoritas satwa liar yang mencari bukti lain – seperti catatan nomor telepon seluler, plat nomor kendaraan, dokumen pengiriman dan laporan keuangan – untuk menghubungkan berbagai pengiriman gading gajah.
Sebelumnya ketika pengiriman gading dicegat, satu penyitaan tidak memungkinkan pihak berwenang mengidentifikasi organisasi di balik kejahatan itu, ujar Agen Khusus John Brown III dari Kantor Investigasi Keamanan Dalam Negeri yang telah menangani kejahatan lingkungan selama 25 tahun.
BACA JUGA: Gajah Mati Akibat Makan Sampah dari Tempat Pembuangan Sri LankaTetapi pekerjaan para ilmuwan yang mengidentifikasi tautan DNA dapat “memperingatkan kita tentang hubungan antar individu,” ujar Brown, yang juga rekan Wasser. “Upaya kolaboratif ini jelas menjadi tulang punggung berbagai investigasi multinasional yang masih berlangsung,” tambahnya.
Beberapa titik perburuan liar gading gajah yang berhasil diidentifikasi antara lain di wilayah Tanzania, Kenya, Botswana, Gabon, dan Republik Kongo. Gading sering dipindahkan ke gudang di lokasi-lokasi lain untuk digabungkan dengan barang selundupan lainnya di peti kemas dan kemudian dipindahkan ke pelabuhan. Pusat perdagangan gading gajah saat ini berada di Kampala, Uganda; Mombasa, Kenya; dan Lome, Togo.
Baru-baru ini dua tersangka ditangkap sebagai hasil penyelidikan tersebut. [em/rd]