Satu-satunya anggota ISIS yang masih hidup dari serangan teror di kota Paris tahun 2015 pada hari Jumat (15/4) meminta maaf dan menyatakan belasungkawa bagi para korban sambil menghapus air matanya, selama bersaksi di pengadilan dan memohon agar para penyintas “membenci saya sewajarnya.”
Selama bertahun-tahun, Salah Abdeslam bungkam tentang apa yang terjadi pada 13 November 2015 di teater Bataclan, kafe-kafe di Paris dan stadion nasional, dan tentang 130 orang yang tewas. Setelah persidangannya dimulai tahun lalu, ia beberapa kali menunjukkan keberaniannya sebagai ekstremis, namun selama berbulan-bulan menolak menjawab sebagian besar pertanyaan.
Lantas pada minggu ini, ia berbicara dalam kesaksiannya yang panjang, yang isinya kadang bertentangan dengan pernyataan sebelumnya. Kata-katanya terkadang juga memicu kemarahan publik.
Para penyintas dan keluarga koban, yang berharap persidangan panjang itu dapat membantu mereka memperoleh keadilan dan kejelasan, memiliki reaksi beragam.
BACA JUGA: Perancis Ajukan Dakwaan Terhadap 20 Orang Terkait Serangan Paris 2015Abdeslam mengatakan bahwa dalang serangan meyakinkannya dua hari sebelum kejadian untuk bergabung dengan tim bom bunuh diri. Sehari setelahnya, ia mengaku bahwa sang kakak, Brahim, menunjukkan kepadanya kafe di Paris utara, di mana ia seharusnya meledakkan dirinya di tengah banyak orang.
Ia menceritakan dirinya mengenakan sabuk peledak malam itu, sementara sang kakak dan ekstremis ISIS lainnya, yang telah berperang di Suriah, menyebar ke sekitar Paris untuk melakukan serangan bersama-sama.
“Saya masuk ke kafe itu dan memesan minum,” ujar Abdeslam. “Saya melihat orang-orang tertawa, menari. Saat itulah saya tahu saya tidak bisa melakukannya.”
“Saya berkata pada diri sendiri, saya tidak akan melakukannya,” ujarnya, dengan alasan rasa kemanusiaan.
Ahli bahan peledak dari kepolisian mengatakan kepada pengadilan bahwa sabuk peledak itu rusak, padahal Abdeslam bersaksi bahwa ia menonaktifkannya.
Bulan lalu, ia menunjukkan rasa sesal karena tidak jadi mengeksekusi serangan.
Tapi minggu ini, ia menunjukkan penyesalan atas peristiwa itu.
“Hari ini saya meminta agar Anda tidak membenci saya secara berlebihan,” ungkapnya kepada para korban. “Saya berduka cita dan memohon ampunan dari seluruh korban.”
Georges Salines, yang putrinya, Lola, tewas di Bataclan, dikutip oleh radio France-Info mengatakan: “Abdeslam mencoba menyelesaikan segunung kontradiksi di kepalanya. Ia mencoba menyelesaikannya, tapi jalannya akan panjang.”
Abdeslam menghadapi hukuman penjara seumur hidup jika terbukti bersalah atas tuduhan pembunuhan. [rd/pp]