Warga Iran berada dalam situasi yang terbagi antara khawatir akan potensi perang dan berselimut rasa bangga terhadap kekuatan militer Iran setelah Teheran melancarkan serangan tak terduga terhadap Israel sebagai respons atas serangan terhadap konsulatnya di Damaskus.
“Normal untuk merasa khawatir dalam situasi ini, baik dari sudut pandang sosial atau ekonomi,” kata Jafari, 47 tahun, seorang pegawai pengadilan Iran yang tidak menyebutkan nama lengkapnya.
"Namun, kenyataan bahwa Iran berhasil mencapai tingkat kemampuan khusus ini... merupakan sesuatu yang membanggakan," ujarnya kepada AFP di pusat Kota Teheran.
Pada Minggu (14/4), Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) mengumumkan telah meluncurkan ratusan drone serta rudal ke pangkalan militer di Israel.
Salah satu dari target utamanya termasuk pusat-pusat intelijen dan pangkalan udara di Gurun Negev, yang menurut pihak Teheran digunakan oleh Israel dalam serangan terhadap konsulat Iran di Damaskus pada 1 April.
Iran bertekad akan membalas serangan terhadap misi diplomatiknya, yang menewaskan tujuh anggota Garda termasuk dua jenderal dari Pasukan Quds, sayap operasi luar negeri Garda tersebut.
Tentara Israel mengatakan pihaknya berhasil menembak jatuh 99 persen drone dan rudal tersebut dengan bantuan Amerika Serikat (AS) dan sekutu lainnya, dan serangan tersebut hanya mengakibatkan kerusakan kecil.
Teheran mengatakan pihaknya berhasil “menghancurkan secara signifikan” targetnya.
BACA JUGA: Negara-negara G7 Ambil Langkah untuk Menstabilkan Situasi di Timur Tengah“Kami sangat senang dengan tindakan IRGC ini dan faktanya, kami merasa lebih baik setelah sekian lama,” kata Ali Erfanian, seorang pensiunan berusia 65 tahun.
“Ini merupakan bantuan dan solidaritas terhadap rakyat tertindas di Gaza dan Tepi Barat,” ujarnya.
Insiden terbaru ini terjadi di tengah-tengah perang Gaza yang masih berkecamuk. Perang itu sendiri disulut oleh serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel yang mengakibatkan 1.170 kematian, sebagian besar warga sipil, menurut data Israel.
Teheran mendukung Hamas, tetapi membantah terlibat langsung dalam serangannya terhadap Israel.
Serangan balasan Israel terhadap kelompok militan Palestina menewaskan sedikitnya 33.729 orang di Jalur Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan wilayah yang dikelola Hamas.
Perang Bukanlah Lelucon
Beberapa tokoh militer Iran tewas di Suriah sejak perang Gaza dimulai dalam serangkaian serangan yang Iran sebut telah dilakukan oleh Israel.
Televisi pemerintah menayangkan rekaman kepala Garda Hossein Salami yang memerintahkan dimulainya operasi pada Sabtu malam.
Dalam video tersebut, Salami mengatakan operasi itu untuk “menghormati” Qasem Soleimani, komandan Pasukan Quds yang tewas dalam serangan AS pada 2020 di Bagdad, dan Mohammad Reza Zahedi, salah satu jenderal yang tewas dalam serangan di Damaskus.
Republik Islam itu tidak mengakui keberadaan Israel, dan keduanya telah terlibat dalam konflik tak langsung selama beberapa dekade sebelum serangan langsung yang terjadi pada Sabtu.
Goldar, seorang hakim berusia akhir 50-an yang tidak menyebutkan nama lengkapnya, mengatakan "kami merasa bangga bahwa respons yang tegas... diberikan kepada rezim Zionis".
BACA JUGA: Serangan Iran ke Israel Tuai Reaksi Para Pemimpin DuniaBagi Mahdi, seorang peternak lebah berusia 35 tahun, respons dari Iran telah tertunda dalam waktu yang cukup lama.
“Ada kesedihan dan kemarahan di hati kami dan kami selalu menunggu balas dendam ini dilakukan dan Israel dihukum atas kebrutalan mereka,” katanya.
Warga lainnya, seperti halnya Milad, seorang guru sekolah swasta yang juga tidak menyebutkan nama lengkapnya, berharap “konflik tidak akan berlanjut” karena dapat mengarah pada “perang yang merusak” bagi Israel dan Iran.
“Kami belum sepenuhnya membangun kembali reruntuhan perang Iran-Irak di barat daya negara ini,” kata pria berusia 46 tahun itu.
“Perang bukanlah lelucon,” tukasnya. [ah/rs]