Menteri Ekonomi Arab Saudi Faisal Al-Ibrahim, Rabu (18/1), mengatakan pihaknya tengah mengintensifkan langkah untuk mengurangi ketergantungan kerajaan pada ekspor minyak mentah.
Terlepas dari tekad kerajaan untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada 2060, negara itu tetap sangat bergantung pada ekspor minyak mentah yang telah mendorong pertumbuhan ekonominya selama beberapa dekade. Fakta tersebut menimbulkan keraguan terkait apakah Saudi dapat melakukan perubahan kebijakan ekonominya dalam waktu dekat.
"Kami ingin mengurangi ketergantungan kami pada minyak. Kami ingin mendiversifikasi ekonomi kami, ini penting, ini perlu dilakukan," kata Al-Ibrahim kepada AFP di World Economic Forum di Davos.
Riyadh mengirim delapan pejabat tinggi ke pertemuan elit bisnis tersebut, seiring dengan keinginan pemerintah mencari lebih banyak investasi asing dan mitra di luar industri minyak yang memang sangat penting bagi negara tersebut.
Truk bahan bakar berbaris di depan tangki penyimpanan di pabrik curah Jeddah Utara, fasilitas minyak Aramco, di Jeddah, Arab Saudi, pada 21 Maret 2021. (Foto: AP)
Melonjaknya harga minyak mentah setelah invasi Rusia ke Ukraina memungkinkan kerajaan untuk membukukan surplus anggaran pertamanya pada 2022 setelah sembilan tahun mengalami defisit. Meroketnya harga minyak mentah juga memberikan kekuatan finansial Arab Saudi untuk membangun ekonominya.
"Tidak ada kata terlambat untuk sektor yang memulai dari nol di Arab Saudi. Pariwisata, budaya, olahraga, dan hiburan, mereka akan membawa kekayaan diversifikasi," kata Al-Ibrahim.
"Namun kami juga peduli dengan sektor lain, seperti pertambangan dan industri, agar lebih kompetitif,” tambahnya.
Arab Saudi berharap dapat membangun momentum dari lawatan Presiden China Xi Jinping ke Riyadh pada bulan lalu. Kedua negara menandatangani sejumlah kesepakatan di berbagai bidang, termasuk energi dan infrastruktur, yang bernilai miliaran dolar.
BACA JUGA: Meski “Rusak”, Keputusan OPEC Pangkas Produksi Minyak Tak akan Putuskan Aliansi AS-Saudi
"Ini bukan mengiklankan atau memamerkan, orang-orang sangat tertarik dengan kisah pertumbuhan Saudi," kata Al-Ibrahim. Ia mengatakan Saudi berhasil membukukan ekspansi pertumbuhan ekonominya sebesar 8,5 persen dalam PDB tahun lalu. Padahal saat itu ekonomi dunia sedang berjuang untuk kembali stabil.
Dan di Davos pada Selasa (17/1), pejabat Saudi mengumumkan inisiatif bersama dengan penyelenggara forum Davos untuk mempercepat inovasi teknologi tinggi di negara tersebut melalui realitas virtual metaverse.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah mendorong Saudi untuk menjadi terbuka terhadap investor asing. Ia juga melakukan reformasi ekonomi dan sosial, meskipun para kritikus mengecam tindakan kerasnya terhadap para pembangkang dan dan aksi pembunuhan kritikus Jamal Khashoggi di dalam konsulat kerajaan di Istanbul pada Oktober 2018.
"Kami telah membuka lebih banyak dari sebelumnya dan itu memungkinkan orang melihat," kata Al-Ibrahim. [ah/rs]