Armenia dan Azerbaijan, Selasa (10/11), mengumumkan kesepakatan gencatan senjata setelah pertempuran enam pekan di kawasan Nagorno-Karabakh yang menewaskan sedikitnya 1.300 orang.
Berdasarkan ketentuan dalam perjanjian itu, Rusia Selasa menyatakan telah mulai mengerahkan sedikitnya 2.000 anggota pasukan pemelihara perdamaian yang dikirimkan ke kawasan itu untuk periode lima tahun.
Perjanjian-perjanjian gencatan sebelumnya telah gagal, tetapi perjanjian kali ini terjadi setelah kemajuan besar yang dicapai pasukan Azerbaijan dalam beberapa hari belakangan, termasuk klaim bahwa mereka merebut kota strategis Shusha pada hari Minggu (9/11).
BACA JUGA: Armenia Bantah Klaim Azerbaijan Rebut Kota Kunci di Nagorno-KarabakhKesepakatan baru itu menyerukan Azerbaijan untuk mempertahankan kontrol atas daerah-daerah yang direbutnya dalam pertempuran yang berkobar pada akhir September lalu.
Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian Azerbaijan, tetapi dikuasai oleh etnik Armenia.
PM Armenia Nikol Pashinyan mengatakan menandatangani perjanjian perdamaian “sangat menyakitkan baginya secara pribadi dan bagi rakyatnya,” dan bahwa ia mengambil langkah itu setelah “analisis mendalam mengenai situasi militer.”
Pengumuman mengenai perjanjian gencatan senjata itu dihadapi dengan kemarahan di ibu kota Armenia, Yerevan, di mana ratusan demonstran berkumpul di gedung-gedung pemerintah dan berteriak bahwa mereka tidak akan menyerahkan Nagorno-Karabakh. Sebagian lagi menyerbu gedung parlemen dan menuntut pengunduran diri Pashinyan. [uh/ab]