Arti 'Thanksgiving' Bagi Suku Asli Amerika

Para pendatang dan masyarakat Indian berkumpul bersama untuk menyantap hidangan besar pada 1621 untuk merayakan panen sukses pertama Koloni Plymouth.

Banyak yang melihat Thanksgiving awal dari akhir kehidupan suku asli seperti yang dikenal sebelum kedatangan para pendatang, yang kemudian mulai merampas lebih banyak lahan.

Saat tumbuh dewasa, pengacara Anita Shifflett merayakan Hari Bersyukur atau Thanksgiving seperti kebanyakan warga Amerika lainnya, dengan berkumpul bersama keluarga untuk menikmati makanan lezat.

“Thanksgiving berarti keluarga," ujar Shifflett, anggota suku asli Amerika, Lumby.

"Kita harus pulang ke rumah orangtua untuk Thanksgiving. Pulang ke suku kami. Nenek saya biasanya masak kalkun di halaman karena oven kurang besar. Itu adalah hari yang dinanti karena bisa bertemu semua sepupu."

Kakek Shifflett yang seorang aktivis berbaris ke Washington untuk menuntut hak-hak orang Indian dan silsilah keluarga mereka ada di Museum Nasional Indian Amerika di Washington, D.C.. Namun keluarga mereka tidak pernah membahas pertemuan-pertemuan besar yang dulu merupakan peristiwa yang menginspirasi Thanksgiving.

"Kami tidak pernah membahas Indian, pendatang," ujarnya. "Kami tidak pernah membahas peran kami sebagai Indian dalam Thanksgiving. Jika dipikir lagi, rasanya aneh. Hal itu seharusnya dapat dilakukan orang-orang dewasa untuk mendidik seluruh generasi cucu, tapi mereka tidak melakukannya."

Koloni Eropa

Suku asli Amerika telah menetap di pesisir timur Amerika selama beribu tahun sebelum orang-orang Eropa datang dan tinggal. Sebuah kapal membawa 101 laki-laki, perempuan dan anak-anak menyeberangi Samudera Atlantik pada 1620 dan menetap di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Cape Cod, Massachusetts.

Orang-orang ini, yang kemudian membentuk Koloni Plymouth, adalah orang Inggris Protestan yang ingin berpisah dengan Gereja Inggris.

Sebagian besar warga Amerika mengidentikkan hari libur federal itu -- yang dirayakan pada Kamis keempat November -- dengan peristiwa menyenangkan ketika para pendatang dan masyarakat Indian berkumpul bersama untuk menyantap hidangan besar pada 1621 untuk merayakan panen sukses pertama Koloni Plymouth. Mereka makan, bernyanyi, menari dan bermain bola.

Sekarang ini, rakyat Amerika masih berkumpul dengan keluarga dan sahabat untuk menikmati hidangan Thanksgiving dan, untuk banyak dari mereka, menonton sepakbola di televisi, atau berolahraga di halaman belakang, sebagai bagian integral dari liburan tersebut.

Ketika anak-anak Amerika dijarkan kisah Thanksgiving, mereka memahami persahabatan kuat antara suku asli dan para kolonis. Para pelajar diperkenalkan pada Tisquantum, atau Squanto, anggota suku Patuxet yang membantu para pendatang bertahan dalam musim-musim dingin yang keras dengan menunjukkan bagaimana cara bercocok tanam yang benar di "Dunia Baru" ini.

Namun, bagi suku-suku asli, ada sisi lain dari kisah tersebut.

Banyak yang melihat Thanksgiving awal dari akhir kehidupan sebagai warga suku asli seperti yang dikenal sebelum kedatangan para pendatang, yang kemudian mulai merampas lebih banyak lahan.

Misalnya ketika Squanto kembali ke sukunya bertahun kemudian, ia menemukan suku Patuzet, dan banyak suku lainnya di pesisir New England, telah hancur karena wabah. Suku asli Amerika tidak punya kekebalan tubuh alami terhadap penyakit-penyakit menular yang dibawa orang-orang Eropa.

Dan setiap tahun pada Thanksgiving, para anggota Persatuan Indian Amerika di New England bertemu di Plymouth Rock untuk hari berkabung. Mereka mengenang para korban pembantaian Mystic, Connecticut pada 1637, ketika para anggota koloni dari Plymouth, Massachusetts, membumihanguskan sebuah desa suku Pequot, membunuh ratusan perempuan, anak-anak dan pria tua. Yang bertahan dari suku Pequot hanyalah para pejuang, yang sedang pergi untuk bertempur.

"Pada 1975, jumlah resmi orang suku Pequot di Connecticut hanya 21 dan penurunan serupa dari populasi suku asli terjadi di seluruh New England," ujar Dennis Zotigh, ahli budaya di Museum Nasional Indian Amerika Smithsonia.

"Diperkirakan 300.000 Indian tewas karena kekerasan dan bahkan lebih banyak lagi mengungsi di New England dalam dekade-dekade berikutnya (setelah 1627)."

Zotigh yakin kisah Thanksgiving sebenarnya perlu diajarkan bagi anak-anak Amerika saat mereka lulus sekolah menengah.

"Menunjukkan yang bagus-bagus saja dari Thanksgiving mengecilkan sejarah kita dan mengajarkan setengah kebenaran karena ada lebih di dalamnya," ujarnya.

"Harus ada keseimbangan. Itu adalah waktu yang menyenangkan, namun akurasi harus seimbang dalam merayakan Thanksgiving."

Tradisi Liburan

Kenyataan-kenyataan pahit yang dialami masyarakat suku asli pada dekade-dekade setelah perayaan Thanksgiving bersama adalah alasan mengapa Zotigh, seperti banyak orang Indian lainnya, kurang memiliki perasaan positif mengenai hari libur tersebut.

"Saya tidak merayakan Thankgiving, tapi saya memanfaatkan liburan ini untuk berkumpul bersama keluarga dan sahabat untuk berbagi makanan besar tanpa memikirkan Thanksgiving pada 1621. Saya kira itu sama di banyak rumah suku asli."

Sekarang ini, Thanksgiving membangkitkan rasa nostalgia bagi Anita Shifflett. Berkat mengalirnya dana konstruksi federal, sukunya di North Carolina yang tadinya miskin menjadi lebih makmur. Dan kesejahteraan itu mempercepat asimilasi.

"Sebenarnya ada kesedihan yang saya rasakan dalam Thanksgiving sekarang karena tidak ada lagi perayaan seperti saat saya kecil di suku kami. Sedih karena anak saya tidak dapat mengalami Thanksgiving seperti itu, dulu lebih terasa mengenai keluarga," ujarnya.

Paling tidak ibunya, Mary, yang berusia 80 tahun bulan depan, masih berencana pergi ke tempat suku mereka untuk Thanksgiving, seperti yang biasa ia lakukan. (VOA/Dora Hasan Mekouar)