AS akan Beri Bantuan Bom Klaster ke Ukraina

Seorang tentara Ukraina memperlihatkan bom klaster atau bom curah dari roket tentara Rusia yang sudah dijinakkan, di wilayah Kharkiv, Ukraina, 21 Oktober 2022. (Foto: Clodagh Kilcoyne/Reuters)

Amerika Serikat (AS) mengumumkan, Jumat (7/7), bahwa pihaknya akan mengirimkan bom klaster atau bom curah -- yang sudah dilarang oleh lebih dari 100 negara -- ke Ukraina.

Dilansir oleh Reuters, Pengiriman bom klaster itu adalah bagian dari bantuan keamanan senilai $800 juta untuk Ukraina yang menyebut bantuan AS itu akan “memberi dampak psiko-emosional yang luar biasa” kepada pasukan Rusia.

Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional Presiden Joe Biden, berupaya mencari alasan untuk menyediakan persenjataan tersebut ke Ukraina tak lama sebelum Pentagon secara resmi mengumumkan bantuan tersebut. Bom klaster bisa memperkuat serangan balasan Ukraina untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dicaplok Rusia sejak invasi pada Februari 2022.

BACA JUGA: UE Sepakat Tingkatkan Produksi Amunisi dan Rudal untuk Bantu Ukraina

“Kami menyadari bahwa bom klaster bisa berisiko melukai warga sipil dari bom yang tidak meledak,” kata Sullivan kepada para wartawan. “Ini lah mengapa kami menunda mengambil keputusan terkait hal itu selama yang kami bisa.”

“Namun, ada juga risiko masif bagi sipil jika tentara dan tank-tank Rusia merangsek posisi Ukraina dan mencaplok lebih banyak wilayah Ukraina dan menaklukan lebih banyak warga sipil Ukraina karena Ukraina tidak punya artileri yang cukup,” imbuh Sullivan.

Ketika ditanya mengapa dia memasok bom klaster sekarang, Biden mengatakan kepada para wartawan bahwa langkah itu diambil karena upaya untuk mempertahankan diri dari Rusia “sudah kehabisan amunisi.”

Bom klaster biasanya melepaskan bom-bom kecil dalam jumlah besar yang bisa membunuh tanpa pandang bulu di wilayah yang luas. Bom-bom kecil yang tidak meledak masih berbahaya selama puluhan tahun sejak konflik bersenjata berakhir. Ukraina sudah meminta bantuan senjata jenis ini untuk ditembakkan ke posisi-posisi tempur Rusia yang defensif.

“Ukraina sudah memberikan jaminan secara tertulis bahwa bom klaster itu akan digunakan dengan cara yang sangat hati-hati untuk meminimalkan risiko untuk warga sipil,” kata Sullivan.

Dia menambahkan Dewan Keamanan Nasional AS secara bulat sepakat untuk mengirimkan persenjataan itu.

Seorang personel mengambil bagian dari bom klaster yang tidak meledak setelah invasi Rusia dekat desa Motyzhyn, wilayah Kyiv, Ukraina, 10 April 2022. (Mykola Tymchenko/Reuters)

Paket bantuan keamanan yang diumumkan oleh Pentagon juga mencakup bom klaster yang ditembakan dengan kanon Howitzzer 155-milimeter, tambahan kanon Howitzer, tambahan bahan peledak untuk pertahanan udara Patriot dan senjata-senjata anti-tank.

Pesawat-pesawat nirawak atau drone Penguin yang baru, bahan peledak untuk Sistem Artileri Roket Mobilitas Tinggi (High Mobility Artillery Rocket Systems/HIMARS) dan kendaraan-kendaraan darat seperti kendaraan tempur Bradley dan kendaraan pengangkut personel lapis baja Stryker, juga masuk dalam paket bantuan keamanan AS. Ini adalah paket bantuan keamanan AS untuk Ukraina yang ke-42 dengan total nilai bantuan $40 miliar sejak invasi.

Penolakan

Kelompok-kelompok hak-hak asasi manusia (HAM) menentang keputusan AS untuk memasok bom klaster. Human Rights Watch menuduh pasukan Rusia dan Ukraina menggunakan senjata yang sudah membunuh warga sipil.

Juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menentang penggunaan bom klaster yang masih terus berlangsung.

Jerman, yang juga sekutu AS, menentang pengiriman bom klaster ke Ukraina. Menteri Luar Negeri Jerman Analena Baerbock mengatakan Jerman adalah satu dari 111 negara yang menandatangani Konvensi Bom Klaster. Namun, konvensi tersebut tidak mencakup AS.

Sebuah undang-undang AS yang disahkan pada 2009 melarang ekspor bom klaster dengan tingkat kegagalan bom-bom kecil lebih tinggi dari 1%, yang sejatinya mencakup seluruh cadangan bom klaster AS. Biden mengecualikan bom klaster dari sejumlah larangan untuk membuka keran ekspor teknologi bom tersebut ke Korea Selatan. Pendahulu Biden, Donald Trump, juga melakukan hal yang sama pada 2021. [ft/ah]