AS akan Donasikan 500 Juta Dosis Vaksin Pfizer ke Seluruh Dunia

Seorang petugas kesehatan memegang nampan berisi botol vaksin COVID-19 produksi Pfizer di pusat medis komunitas di Sao Paulo, Brasil, 6 Mei 2021. (Foto: dok).

Pemerintahan Biden berencana mendonasikan 500 juta dosis vaksin COVID-19 produksi Pfizer (PFE.N) ke sekitar 100 negara selama dua tahun ke depan, menurut tiga sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada Reuters.

AS kemungkinan akan mendistribusikan 200 juta dosis tahun ini dan 300 juta lainnya pada paruh pertama tahun depan, kata mereka. Penerima sumbangan vaksin tersebut antara lain 92 negara berpenghasilan rendah dan Uni Afrika.

AS akan menyalurkan sumbangan vaksin itu melalui mekanisme COVAX yang mendistribusikan vaksin COVID-19 ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan dukungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI).

Presiden Joe Biden berbicara di Greenwood Cultural Center di Tulsa, Oklahoma, 1 Juni 2021. (Foto: AP)

Menjelang KTT G-7 di Inggris, Presiden Amerika Joe Biden hari Kamis (10/6) secara resmi mengumumkan bahwa pemerintahannya akan menyumbangkan 500 juta dosis vaksin Pfizer untuk 92 negara berpendapatan rendah dan menengah.

“Setengah miliar vaksin ini akan mulai dikirim pada bulan Agustus, segera setelah selesai diproduksi,” ujar Biden di Cornwall, dan menambahkan bahwa 200 juta dosis akan dikirim pada akhir tahun ini, sementara 300 juta lainnya pada paruh pertama tahun 2022.

Biden mengatakan sumbangan itu, yang pertama kali diumumkan hari Rabu (9/6), dilakukan tanpa pamrih.

BACA JUGA: Meski Satu Lagi Tewas, Australia Tetap Anjurkan AstraZeneca

“Sumbangan vaksin kami ini bukan bagian dari tekanan untuk bantuan atau kemungkinan konsesi. Kami melakukan ini untuk menyelamatkan nyawa, untuk mengakhiri pandemi ini,” tegas Biden.

CEO Pfizer Albert Bouria ikut hadir ketika Presiden Biden menyampaikan pengumuman tersebut.

“Kami sedang menguji respon vaksin kami terhadap varian baru yang muncul,” ujar Bouria, dan menambahkan bahwa sejauh ini tidak ada satu varian pun yang tidak dapat dilawan oleh perlindungan yang diberikan vaksin ini.

Lewat janji ini Amerika juga ingin membebaskan diri dari julukan yang tidak mengenakkan sebagai penimbun vaksin.

Seorang perempuan menerima vaksin COVID-19 di sebuah klinik di Philadelphia, Pennsylvania, AS, 18 Mei 2021. (Foto: REUTERS/Hannah Beier)

Langkah ini merupakan sinyal bahwa Amerika “tidak memiliki pandangan sempit dan fokus ke dalam saja,” ujar Leslie Vinjamuri, Direktur Program Amerika dan Benua Amerika di Chatham House. Hal ini telah menjadi perhatian mendalam dunia, tambahnya, tidak hanya selama masa pemerintahan Trump, tetapi juga pada bulan-bulan pertama pemerintahan Biden ketika Washington tidak membagi dosis vaksin meskipun memiliki kelebihan pasokan secara besar-besaran.

Pengumuman Presiden Biden itu disampaikan sehari sebelum dimulainya KTT G-7, pertemuan negara-negara demokrasi paling maju di dunia, yang diselenggarakan di Cornwall, Inggris.

“Besok negara-negara G-7 akan mengumumkan komitmen penuh kami,” ujar Biden.

Seorang pekerja menangani kotak vaksin COVID-19, yang dikirim sebagai bagian dari program distribusi vaksin COVAX yang adil, di Bandara Internasional Ivato, di Antananarivo, Madagaskar, 8 Mei 2021. (Foto: AFP)

COVAX

Dosis vaksin, yang disampaikan Amerika melalui COVAX, suatu mekanisme untuk berbagi vaksin yang dibentuk oleh PBB, merupakan tambahan atas 80 juta dosis yang sudah dijanjikan Amerika untuk dikirim pada akhir Juni ini. Sebagai tambahan, Amerika telah memberikan dua miliar dolar kepada COVAX.

Amerika awalnya menjanjikan tambahan dua miliar dolar lagi bagi COVAX tetapi kini mengarahkan anggaran itu untuk membantu membayar 500 juta dosis vaksin, yang diperkirakan akan menelan biaya sekitar 3,5 miliar dolar.

Organisasi-organisasi kemanusiaan memuji langkah Amerika itu. Tom Hart, penjabat CEO The One Campaign, suatu organisasi yang bekerja untuk mengakhiri kemiskinan dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah, mendesak negara-negara G-7 untuk mengikuti langkah Amerika itu.

BACA JUGA: Perebakan Terus Menurun, Tapi Satgas COVID-19 AS Ingatkan Varian Baru

“Langkah ini mengirim pesan yang sangat kuat tentang komitmen Amerika membantu dunia melawan pandemi ini dan kekuatan Amerika yang luar biasa dalam kepemimpinan dunia,” ujar Hart dalam sebuah pernyataan.

Akankah Negara-negara G-7 Mengikuti Langkah AS?

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada hari Kamis (10/6) juga menjanjikan “jutaan” dosis vaksin bagi negara-negara termiskin di dunia.

“Di Carbis Bay, G-7 akan menyampaikan komitmen untuk mendistribusikan vaksin untuk menginokulasi dunia selambat-lambatnya pada akhir tahun depan, dengan jutaan di antaranya berasal dari surplus pasokan Inggris,” ujar Johnson dalam sebuah pernyataan.

Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada pertemuan bilateral menjelang KTT G7 pada 10 Juni 2021, di Carbis Bay, Inggris. (Foto: AP/Patrick Semansky)

Namun belum jelas seberapa besar negara-negara G-7 dapat memberikan bantuan. Negara-negara itu sendiri berada dalam tingkat vaksinasi warga yang berbeda. Jepang dan Kanada, yang memiliki tingkat vaksinasi di bawah 10%, tidak berada dalam posisi yang membuat mereka dapat bermurah hati.

Selain menyumbangkan vaksin, G-7 juga berada di bawah tekanan untuk tidak mengenakan paten. Amerika telah mendukung untuk tidak mempersoalkan hak kekayaan intelektual vaksin, atau disebut sebagai pengabaian TRIPS di Organisasi Perdagangan Dunia. Namun Uni Eropa mendesakkan proposal berbeda, yaitu lisensi wajib untuk meningkatkan dosis vaksin.

Penasihat Keamanan Nasional Amerika Jake Sullivan mengatakan kepada VOA perbedaan pendekatan ini tidak akan menjadi pokok perdebatan di G-7.

“Saya mengantisipasi akan sampai pada satu pendapat, karena kita semua menilai perlu mendorong pasokan vaksin dengan beragam cara,” ujar Sullivan.

BACA JUGA: PM India Janjikan Peran Federal yang Lebih Besar untuk Pengadaan Vaksin 

Pemerintah Biden memahami bahwa Eropa tampaknya akan tetap bersikukuh untuk mempertahankan paten, ujar Vinjamuri di Chatham House, dan menambahkan mengajak seluruh negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia untuk tidak mempersoalkan isu paten merupakan proses yang panjang dan menantang, dan jauh lebih mudah untuk menyumbangkan vaksin dibanding mengijinkan negara-negara memproduksi vaksin tanpa khawatir akan dituntut secara hukum.

Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan kepada VOA, Amerika akan melanjutkan perundingan dengan Organisasi Perdagangan Dunia, tetapi tidak merinci lebih jauh soal apakah Biden akan melakukan diplomasi yang lebih intensif di G-7.[rd/lt] [em/lt]