AS, China Lakukan Dialog Strategis di Beijing

  • Scott Stearns

Menlu AS John Kerry (kedua dari kiri) dan Menkeu AS Jacob Lew (kedua dari kanan) saat mengunjungi Tembok Besar China di Beijing, Selasa (8/7).

Menlu AS John Kerry dan Menhan Chuck Hagel berada di Beijing untuk melakukan pembicaraan dengan mitra mereka dari China membahas isu-isu ekonomi dan militer.

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry dan Menteri Pertahanan Chuck Hagel hari Selasa (8/7) datang ke Dialog Strategis Militer dan Ekonomi ini, menghadapi kekhawatiran China dan Korea Selatan mengenai militer Jepang yang lebih aktif.

Baik Washington maupun Beijing tidak setuju militer Jepang berperan lebih aktif dalam konflik-konflik di luar perbatasan negaranya.

Mengakhiri larangan tahun 1945 untuk berperang di luar negeri, tentara Jepang kini akan bekerjasama lebih erat dengan tentara lain dalam pelatihan dan pemelihara perdamaian.

Perdana Menteri Shinzo Abe mengatakan ia melindungi warga Jepang. Menurut Abe, dengan lebih siap, lebih mungkin bagi Jepang mencegah orang-orang yang hendak berperang melawan Jepang."

Di Washington, jurubicara Departemen Luar Negeri Amerika Jen Psaki menyambut keputusan itu.

"Supaya berhasil, penting bagi Jepang bergerak maju secara transparan. Tetapi kami memiliki dialog terbuka dengan Jepang mengenai berbagai isu, termasuk kerja sama keamanan dan kemitraan kami, jadi kami berharap itulah yang akan terjadi," ujar Psaki.

Tetapi Presiden China Xi Jinping dan Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye mengatakan militer Jepang yang lebih aktif bisa merusak stabilitas kawasan. Jurubicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei.

China, kata Lei, menuntut Jepang sungguh-sungguh menghormati kekhawatiran yang beralasan dari tetangganya di Asia mengenai keamanan. Jepang tidak boleh membahayakan kedaulatan nasional dan keamanan China, dan tidak boleh merusak perdamaian kawasan."

Tentangan China dan Korea Selatan terhadap keputusan Jepang, menurut Profesor Yonsei University John Delury merumitkan kebijakan Amerika di kawasan itu.

"Mereka akan mencoba mencari cara untuk melakukan semacam fron persatuan terhadap Perdana Menteri Abe di Jepang. Dan tentu saja, itu menempatkan Amerika dalam posisi canggung."

Terutama karena China dan Korea Selatan sedang berselisih teritorial dengan Jepang. Analis pada American Enterprise Institute Michael Auslin mengatakan ini kesempatan bagi China.

"China melakukan segalanya yang bisa untuk menghasut perpecahan hubungan Korea-Jepang. Menurut saya, Seoul dan Tokyo mengakui, kita mungkin tidak menyukai tetangga kita, tetapi kita harus hidup bertetangga, terutama ketika tetangga kita jauh lebih mengancam," papar Michael.

Korea Selatan mengatakan pihaknya tidak akan pernah membiarkan pasukan Jepang mempengaruhi semenanjung Korea tanpa persetujuannya, mendesak Tokyo agar mengupayakan sikap baru militernya hanya dalam kerangka aliansi dengan Amerika.