Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (21/10) mengusulkan rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menggarisbawahi bahwa Israel berhak membela diri. Rancangan resolusi itu juga menuntut Iran menghentikan praktik ekspor persenjataan ke "milisi dan kelompok teroris yang mengancam perdamaian dan keamanan di seluruh kawasan."
Teks rancangan resolusi, yang dilihat oleh Reuters, menyerukan perlindungan terhadap warga sipil, termasuk mereka yang berusaha mencari keselamatan. Disebutkan pula bahwa negara harus mematuhi hukum internasional ketika menanggapi “serangan teroris”, dan mendesak tindakan yang “berkesinambungan, memadai dan tanpa hambatan” terkait pengiriman bantuan ke Jalur Gaza.
Belum jelas apakah atau kapan AS berencana melakukan pemungutan suara terhadap rancangan resolusi tersebut. Rancangan resolusi hanya dapat lolos jika berhasil mengantongi setidaknya sembilan suara yang menyatakan setuju dan tidak ada veto dari Rusia, China, AS, Prancis, atau Inggris.
BACA JUGA: Biden Memihak Israel Terkait Ledakan di Rumah Sakit GazaLangkah AS ini dilakukan setelah negara tersebut memveto rancangan resolusi Brazil pada Rabu yang menyerukan diterapkannya jeda kemanusiaan atau gencatan senjata dalam konflik antara Israel dan Hamas agar akses bantuan ke Gaza dapat dibuka.
Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield beralasan veto tersebut untuk memberi waktu diplomasi di lapangan ketika Presiden Joe Biden dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengunjungi wilayah tersebut. Saat ini Washington masih berfokus pada upaya untuk membuka akses bantuan ke Gaza dan membebaskan sandera yang ditahan Hamas.
Rancangan resolusi AS tersebut tidak menyerukan dilakukan jeda atau gencatan senjata. Namun, menyerukan semua negara agar berupaya menghentikan "kekerasan di Gaza agar tidak meluas atau meluas ke wilayah lain di wilayah tersebut, termasuk dengan menuntut penghentian segera semua serangan oleh Hizbullah dan kelompok bersenjata lainnya."
Pertahanan Diri
Rancangan resolusi AS tersebut juga menuntut Iran berhenti memasok senjata ke kelompok-kelompok yang mengancam perdamaian dan keamanan di kawasan, termasuk Hamas. Misi Iran untuk PBB di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Iran tidak merahasiakan dukungannya terhadap Hamas, baik dalam bentuk mendanai mapun mempersenjatai kelompok tersebut, dan bahkan organisasi militan Palestina lainnya, Jihad Islam. Misi Iran untuk PBB mengatakan pada 8 Oktober bahwa Teheran tidak terlibat dalam serangan Hamas terhadap Israel.
Thomas-Greenfield mengatakan pada Rabu bahwa AS kecewa karena rancangan resolusi Brazil tidak menyebutkan Israel berhak membela diri. Sementara rancangan resolusi AS menyatakan bahwa Israel memiliki hak tersebut berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB.
BACA JUGA: 'Ini Masalah Pribadi': Gedung Putih Diguncang Serangan Hamas di IsraelPasal 51 mencakup hak individu atau kolektif negara untuk membela diri terhadap serangan bersenjata dan negara harus segera memberi tahu Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara tentang tindakan yang akan diambil membela diri terhadap serangan bersenjata.
Dalam surat yang dikirim kepada DK PBB, ketika Hamas mulai melakukan serangan dahsyat pada 7 Oktober, Israel menegaskan akan “bertindak dengan cara apa pun yang diperlukan untuk melindungi warga negara dan kedaulatannya dari serangan teroris yang berasal dari Jalur Gaza.” Namun tampaknya mereka tidak secara resmi menerapkan Pasal 51, kata para diplomat.
Negara-negara Arab berpendapat bahwa Israel tidak dapat membenarkan tindakannya sebagai pembelaan diri.
“Jalur Gaza adalah wilayah yang diduduki,” kata Duta Besar Yordania untuk PBB Mahmoud Daifallah Hmoud kepada dewan tersebut pada Senin, mengutip pendapat Mahkamah Internasional pada t2004 mengenai tembok pemisah Israel yang dibangun di sekitar Tepi Barat.
Israel mengatakan pada 2004 bahwa dinding penghalang itu dimaksudkan untuk mencegah pelaku bom bunuh diri memasuki kota-kotanya. Badan kehakiman PBB, Mahkamah Internasional (International Court Justice/ICJ), mengatakan Israel “menyatakan, ancaman yang mereka anggap sebagai pembenaran pembangunan tembok itu berasal dari dalam, dan bukan dari luar, wilayah itu.”
“Akibatnya, Pengadilan menyimpulkan bahwa Pasal 51 Piagam tidak ada relevansinya dalam kasus ini,” putusnya. Israel menolak keputusan ICJ. [ah/ft]