Pedoman baru Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk meminta pengecualian bantuan kemanusiaan pada sanksi yang dikenakan terhadap Korea Utara bisa membantu memfasilitasi peningkatan bantuan kepada negara yang miskin itu.
Sanksi PBB yang diberlakukan tahun lalu terhadap Korea Utara karena terus-menerus melakukan uji coba senjata nuklir dan rudal balistik jarak jauh melarang transaksi keuangan dengan lembaga-lembaga Korea Utara, dan melarang 90 persen dari seluruh ekspornya.
Langkah-langkah ekonomi yang keras itu dimaksudkan untuk memotong pendanaan bagi program senjata Korea Utara, tetapi pembatasan impor juga telah mempersulit pengiriman bantuan, dan membuat para calon donor enggan memberikan sumbangan karena takut secara tidak sengaja melanggar sanksi-sanksi PBB.
Organisasi bantuan kemanusiaan "Save the Children" menangguhkan operasinya di Pyongyang pada 2017 setelah putaran terakhir sanksi-sanksi PBB dijatuhkan.
Pada hari Senin (6/8), Komite Dewan Keamanan yang mengawasi penegakan sanksi mengeluarkan pemberitahuan yang merekomendasikan agar organisasi-organisasi bantuan meminta dispensasi untuk bisa beroperasi di Korea Utara, dan memberikan penjelasan rinci tentang tujuan dan ruang lingkup bantuan, barang dan jasa yang akan diberikan, dan transaksi keuangan yang diperlukan.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan hari Selasa (7/8) menyambut baik pedoman baru itu dan menyatakan harapan bahwa mereka akan “menjadi katalisator bantuan ke Korea Utara dari masyarakat internasional.”
Tahun lalu, pemerintah Seoul mengumumkan rencana untuk menyediakan bantuan kemanusiaan senilai $8 juta ke Korea Utara. Dari bantuan itu, $4,5 juta dialokasikan untuk Program Pangan Dunia (WFP), dan $3,5 juta untuk Dana Anak-anak PBB (UNICEF) untuk obat-obatan dan nutrisi guna membantu anak-anak dan wanita hamil. [lt]