AS Tak Tunjukkan Indikasi Pembatasan Bantuan Senjata untuk Israel

  • Patsy Widakuswara

Tentara Israel mengoperasikan tank di dekat perbatasan Israel-Gaza pada 21 Maret 2024. (Foto: AP/Ohad Zwigenberg)

Penjualan senjata Amerika Serikat ke Israel kini berada dalam pengawasan setelah Washington menyampaikan kemarahannya atas kematian 33.000 orang di Gaza, termasuk tujuh pekerja bantuan dari lembaga bantuan World Central Kitchen yang tewas dalam serangan udara Israel pada Senin (1/4) lalu.

Presiden Joe Biden melalui pernyataan tertulisnya pada hari Selasa (2/4) mengatakan bahwa ia “marah dan patah hati” atas kematian tersebut, sebuah teguran keras terbarunya terhadap perilaku perang Israel.

Israel mengatakan bahwa serangan tersebut “tidak disengaja” dan berjanji akan melakukan investigasi.

Pada Rabu (3/4), Biden mengabaikan pertanyaan terkait apakah ia akan memberikan prasyarat untuk bantuan militer Amerika Serikat. Para stafnya mengisyaratkan bahwa pemerintahan Biden tidak mungkin melakukannya, dengan alasan dukungan Washington terhadap hak Israel untuk membela diri dari “ancaman yang masih ada” oleh Hamas.

BACA JUGA: Garda Revolusi Iran: Israel akan Didera “Pukulan Mematikan”

Penasihat Komunikasi Keamanan Nasional John Kirby mengatakan bahwa pemerintah menunggu hasil penyelidikan Israel dan dirinya “tidak akan mendahului keputusan yang belum diambil.”

Pendiri World Central Kitchen, Jose Andres, dalam wawancaranya dengan kantor berita Reuters pada hari Rabu (3/4) mengatakan bahwa pihaknya menuduh Israel menargetkan konvoi makanan kelompok tersebut “secara sistematis, mobil demi mobil.” Andres mengatakan bahwa ia telah menjalin komunikasi yang jelas dengan militer Israel tentang pergerakan para pekerja bantuan tersebut sebelumnya.

Andres adalah seorang koki selebriti yang cukup terkenal di Washington – ditambah fakta bahwa para korban termasuk warga negara Amerika-Kanada, Jacob Flickinger, telah membuat kemarahan baru. Tidak hanya dari Biden saja, kemarahan juga muncul dari kalangan anggota parlemen Partai Demokrat, serta adanya tuntutan baru agar presiden membuat prasyarat sebelum memberikan bantuan militer ke Israel.

Senator Demokrat Bernie Sanders menuliskan di akun media sosialnya bahwa “Israel telah membunuh lebih dari 200 pekerja bantuan dalam 6 bulan. Ini bukanlah sebuah kecelakaan. Tidak ada lagi bantuan untuk mesin perang Netanyahu.”

Pengiriman senjata

Israel adalah penerima terbesar bantuan Amerika Serikat, hampir senilai US$4 miliar per tahun dan sebagian besar bantuan datang dalam bentuk bantuan militer.

Di bawah hukum Amerika Serikat, pemerintah harus memberi tahu kongres tentang pengiriman senjata ke Israel yang bernilai lebih dari $25 juta.

Pada bulan Desember lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyetujui dua pengiriman senjata darurat ke Israel dan memotong persyaratan peninjauan kongres untuk penjualan militer asing.

Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, dua pengiriman tambahan telah diumumkan ke publik, sebut Josh Paul, mantan direktur di sebuah lembaga Departemen Luar Negeri yang mengurus transfer persenjataan itu. Paul mengundurkan diri di bulan Oktober sebagai bentuk protes atas tindakan AS yang “melanjutkan bantuan mematikan Amerika kepada Israel.”

Kedua pengiriman itu dilakukan di bawah proses penjualan komersial secara langsung dan kongres diberitahu, kata Paul kepada VOA.

“Namun [pengiriman tersebut] tidak terlalu diketahui, karena hanya sedikit informasi yang diberikan kepada publik mengenai penjualan komersial secara langsung,” ujarnya.

Selain itu, sejak 7 Oktober, lebih dari 100 pengiriman senjata ke Israel telah dilakukan tanpa memberitahu Kongres, terutama karena paket persenjataan itu disusun untuk berada di bawah ambang batas pemberitahuan, demikian menurut laporan The Washington Post, yang telah dikonfirmasi oleh VOA kepada seorang pejabat Departemen Pertahanan yang disembunyikan identitasnya.

BACA JUGA: Inggris Didesak Berhenti Jual Senjata ke Israel

Ari Tolany, direktur untuk bidang bantuan keamanan, penjualan senjata, dan teknologi di lembaga Center for International Policy, mengatak langkah tersebut dilakukan pemerintahsecara “sengaja untuk menghindari transparansi.”

“Ketika pemerintah secara terbuka mengatakan bahwa Israel harus mengambil langkah yang lebih banyak untuk melindungi warga sipil [di Gaza], tapi diam-diam mereka mengirimkan bantuan senjata bernilai ratusan juta dolar, tidak ada kredibilitas di situ,” ujarnya kepada VOA.

The Post melaporkan bahwa pengiriman senjata itu berupa bom dan jet tempur berniai miliaran dolar AS dalam beberapa minggu terakhir, bahkan ketika pemerintahan Biden secara terbuka mengkritik niat Israel untuk melakukan invasi darat ke Rafah, tempat 1,5 juta orang Palestina yang terlantar mencari tempat aman. [ti/rs]