Pejabat dari lima kekuatan dunia, Selasa (6/4) memulai upaya baru untuk mengembalikan Amerika pada kesepakatan nuklir 2015 yang perpanjangannya gagal ditandatangani dengan Iran. Ini merupakan upaya diplomatik untuk menyeimbangkan kekhawatiran dan kepentingan Washington maupun Teheran.
Pertemuan para diplomat dari Rusia, China, Jerman, Perancis, Inggris dan Iran di Wina dilakukan sementara AS akan memulai pembicaraan tidak langsung dengan Iran, yang menjadi salah satu tanda pertama kemajuan nyata dalam upaya mengembalikan kedua negara ke ketentuan perjanjian itu, yang membatasi program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi AS dan internasional.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan, Amerika tidak mengharapkan kemajuan segera dari pembicaraan tidak langsung mengenai nuklir dengan Iran.
"Kami tidak meremehkan skala tantangan di masa depan. Ini baru tahap awal. Kami tidak mengharapkan terobosan awal atau cepat karena perundingan diperkirakan akan sulit. Tetapi kita yakin pembicaraan dengan mitra-mitra kami dan pada akhirnya mitra kita bersama Iran adalah langkah maju yang sehat," kata Ned Price.
Utusan Khusus AS untuk Iran, Robert Malley akan memimpin delegasi AS ke pembicaraan Wina.
Price mengatakan Amerika akan mempertimbangkan untuk mencabut sanksi terkait nuklir yang diterapkan kembali oleh mantan Presiden Donald Trump terhadap Iran dengan imbalan "pembatasan yang lebih permanen dan bisa diverifikasi" pada program nuklir Iran.
BACA JUGA: AS Siap Berunding Dengan IranMenyusul pertemuan tertutup dari para penandatangan perjanjian itu yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) delegasi Rusia mencuit bahwa pembicaraan awal berlangsung "sukses".
"Pertemuan Komisi Gabungan JCPOA berhasil ... Pemulihan JCPOA tidak akan segera terjadi. Ini akan memakan waktu lama. Berapa lama? Tidak ada yang tahu," cuit Mikhail Ulyanov, utusan Rusia untuk organisasi internasional yang berbasis di Wina.
Presiden Donald Trump secara sepihak menarik AS keluar dari perjanjian itu pada tahun 2018, lebih menyukai apa yang disebutnya kampanye tekanan maksimum yang melibatkan pemberlakuan kembali sanksi Amerika dan lebih banyak lagi sanksi.
Sejak saat itu, Iran terus melanggar pembatasan dalam kesepakatan itu, seperti jumlah uranium yang diperkaya yang bisa ditimbun dan kemurnian pengayaan uraniumnya.
BACA JUGA: Iran Berharap Capai Kesepakatan Nuklir dalam Pembicaraan di WinaLangkah Teheran itu untuk menekan negara-negara lain dalam kesepakatan agar berbuat lebih banyak untuk mengimbangi sanksi AS yang melumpuhkan yang diberlakukan kembali oleh Trump.
Presiden AS Joe Biden, yang menjadi wakil presiden ketika kesepakatan awal nuklir dinegosiasikan, mengatakan ingin mengembalikan AS pada perjanjian itu, tetapi Iran harus menghentikan pelanggarannya.
Iran berpendapat bahwa karena AS yang pertama kali melanggar kesepakatan dengan mundur dari perjanjian itu maka Washington harus mengambil langkah pertama dengan mencabut sanksi. [my/lt]
Sumber: VOA/AP/AFP