Para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) setuju untuk memperkuat kapasitas dan efektivitas kelembagaan, termasuk dalam proses pembuatan keputusan dalam menghadapi tantangan pada masa kini hingga 2045.
"Kami setuju untuk memperkuat kapasitas dan efektivitas kelembagaan ASEAN, termasuk dalam proses pembuatan keputusan, untuk memperkuat kesiapan ASEAN dalam menghadapi tantangan sekarang dan masa depan hingga 2045," ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai pertemuan ASEAN Foreign Ministers Retreat (AMMR) di Gedung ASEAN, Jakarta (4/2).
Retno menjelaskan secara umum pertemuan tersebut membahas tiga topik, yakni kajian para pemimpin ASEAN dan keputusan tentang implementasi lima poin konsensus, hubungan luar negeri, serta isu regional dan internasional.
Sebagai ketua ASEAN tahun ini, lanjutnya, Indonesia sudah mengajukan proposal mengenai rencana pelaksanaan lima poin konsensus. Jakarta sudah menerima dukungan luas dari semua negara anggota ASEAN terhadap rencana tersebut.
"Rencana implementasi ini sangat penting bagi ASEAN, terutama untuk ketua (ASEAN), sebagai panduan untuk menangani situasi di Myanmar dengan cara bersama. Rencana tersebut menunjukkan persatuan yang kuat dari semua anggota ASEAN untuk melaksanakan lima poin konsensus," kata Retno.
Indo Pasifik
Retno mengatakan pertemuan retreat para menteri luar negeri ASEAN tersebut juga membahas beragam isu kawasan dan global, termasuk mengenai pandangan ASEAN terhadap Indo Pasifik yang menjadi pusat pembicaraan. Para menteri luar negeri ASEAN juga sepakat untuk membuat pertemuan dengan semua mitra dialog ASEAN lebih efektif dan produktif.
BACA JUGA: Jokowi Tegaskan ASEAN Tak Boleh Jadi Proksi SiapapunPara menteri luar negeri ASEAN mendiskusikan pula tentang aturan standar (Code of Conduct/CoC) mengenai Laut China Selatan. Semua negara anggota ASEAN sepakat untuk merundingkan aturan tersebut sesegera mungkin untuk menghasilkan regulasi yang substantif, efektif, dan dapat dilaksanakan.
Semua negara anggota ASEAN juga berkomitmen untuk mempromosikan implementasi atas Declaration of Conduct (DoC). Indonesia siap untuk menggelar serangkaian perundingan terkait hal itu ada tahun ini. Perundingan pertama akan dilaksanakan bulan depan.
Terkait hubungan luar negeri, Retno menjelaskan para menteri luar negeri ASEAN membahas bagaimana cara untuk meningkatkan kemitraan dengan Uni Eropa, Dewan Kerja Sama Teluk (Gulf Cooperation Countries/GCC ), Kanada, Australia, dan Jepang, termasuk intensifikasi pelibatan di tingkat pejabat tertinggi.
Para menteri luar negeri ASEAN juga setuju untuk mendorong kemitraan yang lebih bermakna dan substantif berdasarkan keseimbangan, saling menghormati, dan saling menguntungkan. Hal penting lainnya adalah bagaimana KTT Asia Timur dapat menjadi kendaraan utama dan forum strategis untuk menghadapi tantangan di kawasan.
Menurut Retno, pertemuan para menteri luar negeri ASEAN selama dua hari terakhir di Jakarta berlangsung konstruktif, substantif, dan produktif, serta terdapat sejumlah poin yang dihasilkan.
Optimalkan Peran Indonesia
Sementara itu pengamat hubungan internasional dari Universitas Diponogoro Mohammad Rosyidin mengatakan perlunya penekanan terhadap peran Indonesia sebagai manager of crisis di kawasan. Tidak sekedar menginisiasi norma, tetapi lebih konkret merangkul perbagai pihak untuk mencari kesamaan persepsi tentang arsitektur keamanan kawasan.
BACA JUGA: Jokowi Tegaskan ASEAN Tak Boleh Jadi Proksi SiapapunDiplomasi Indonesia, tambahnya, harus benar-benar proaktif, terutama bagaimana mengkooptasi kekuatan-kekuatan utama dunia agar mendukung kondusifitas kawasan.
“Momen Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini harus dimanfaatkan untuk mengoptimalkan peran kepemimpinan Indonesia di kawasan,” katanya.
Secara khusus, lanjutnya, adalah dengan mengoptimalkan norma ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) atau kesepakatan yang mencerminkan sentralitas kelembagaan.
“Salah satu implementasi yang bisa dilakukan di momen Keketuaan Indonesia ini adalah dengan menjadi mitra wicara bagi negara-negara kekuatan besar,” lanjut Rosyidin.
Rosyidin mengakui mengelola konflik antarnegara besar itu tidak mudah. Menurutnya, tidak ada garansi diplomasi Indonesia menjadi mitra bicara akan efektif. Namun, setidaknya Indonesia sudah menunjukan komitmen sebagai pemimpin regional. [fw/ah]