Asia-Pasifik - kawasan yang dihuni lebih dari setengah populasi dunia dan beberapa diantaranya adalah negara-negara dengan ekonomi yang berkembang cepat - adalah medan pertempuran utama untuk memenangkan peperangan terhadap polusi, salah satu ancaman terbesar bumi dan warganya, diungkapkan kepala lingkungan hidup PBB.
Sekitar 12 juta orang diperkirakan meninggal lebih dini setiap tahunnya karena lingkungan yang tidak sehat, dimana sekitar 7 juta diantaranya meninggal karena polusi udara saja. Ini menjadikan polusi sebagai "pembunuh terbesar kemanusiaan," kata Erik Solheim dalam Pertemuan Menteri Asia Pasifik untuk Masalah Lingkungan Hidup di Bangkok minggu ini.
Manusia telah menyebabkan polusi dan manusia yang bisa memperbaikinya, kata Solheim, direktur eksekutif Badan Lingkungan Hidup PBB dalam wawancara dengan Reuters di pertemuan yang berlangsung empat hari tersebut .
"Perjuangan untuk mendapatkan planet yang bebas polusi akan dimenangkan atau dikalahkan di Asia - bukan di tempat lain," kata mantan menteri lingkungan hidup dan pembangunan Internasional Norwegia.
Menurut PBB pembangunan di wilayah ini telah diikuti juga dengan memburuknya polusi udara, air dan tanah. Emisi karbon dioksida yang memicu pemanasan planet berlipat ganda sejak tahun 1990 dan 2012, dan penggunaan sumber daya seperti bahan tambang mineral, logam dan biomassa telah bertambah tiga kali.
Data-data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan Asia memiliki 25 dari 30 kota paling berpolusi di dunia dalam hal partikel halus di udara yang berisiko mengancam kesehatan manusia. Sumber polusi berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang kebanyakan untuk transportasi dan pembangkit listrik.
Solheim juga mengatakan Asia penyumbang utama sampah plastik yang mencemari lautan-lautan di dunia - solusinya bisa ditemukan di wilayah ini. Ia mengambil contoh kampanye kebersihan di Mumbai yang menginspirasi Perdana Menteri Narendra Modi untuk memperbaiki sistem penanganan sampah di negara tersebut.
Batubara Tidak Lagi Menjadi Raja?
Solheim mengatakan memerangi polusi dengan beralih ke sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga angin dan matahari juga akan menguntungkan upaya-upaya menghambat perubahan iklim yang menurut para ahli akan memicu gelombang panas, banjir dan kenaikan permukaan laut yang lebih mematikan di seluruh dunia.
Namun para aktivis lingkungan hidup kuatir permintaan batubara Asia, bahan bakar yang paling mencemari diantara semua bahan bakar fosil, diperkirakan akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang.
Data dari sebuah forum yang diadakan oleh Pusat Studi dan Riset Perminyakan Raja Abdullah di Singapura menunjukkan 273 gigawats kapasitas pembangkit listrik batubara sedang dibangun, walaupun lebih banyak lagi sedang dalam penundaan.
Pada bulan Juli, para analis mengatakan kepada Reuters bahwa Jepang, China dan Korea Selatan sedang mendanai pembangunan pembangkit listrik batubara di Indonesia, meskipun mereka sudah berjanji mengurangi emisi pemanasan planet yang tercantum dalam Perjanjian Iklim Paris. [fw/as]