Atasi Radikalisme, Negara Perlu Perkuat Kembali Konsep, Target, dan Pemahaman Masyarakat

  • Petrus Riski

Aksi unjuk rasa menentang berkembangnya organisasi berpaham radikal di kampus ISI Yogyakarta. (Foto: VOA/Nurhadi)

Radikalisme dan terorisme masih menjadi ancaman terbesar bangsa Indonesia, yang terlihat dari meningkatnya aktivitas serangan teroris, kekerasan, persekusi, maupun pelarangan aktivitas agama tertentu oleh suatu kelompok. Pemerintah dan para tokoh masyarakat didorong untuk mengatasi persoalan radikalisme dan sentimen berbasis agama, yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Hotman Siahaan menyoroti maraknya aksi radikalisme dan sentimen berbasis agama, menjadi persoalan serius yang harus diselesaikan pemerintah. Menurut Hotman, terus berkembangnya aksi radikalisme juga tidak lepas dari tidak adanya atau minimnya suara masyarakat yang menentang aksi itu. Masyarakat diajak untuk berani menjadikan isu radikalisme sebagai tema diskusi, yang mampu mengubah cara pandang masyarakat.

Prof Masdar Hilmi, Prof Hotman Siahaan dan Prof Ahman Erani berbicara perihal radikalisme yang mengancam kehidupan berbangsa Indonesia, dalam sebuah diskusi di Surabaya. (Foto:VOA/ Petrus Riski).

“Tiba-tiba muncul radikalisme dalam konsep beragama, itu yang menjadi masalah kita, dan ketika orang sudah bicara radikalisasi agama, hampir tidak ada orang yang berani menggugat, tidak ada orang mencoba mendiskusikannya secara publik, tidak muncul reasoning pemahaman secara akal sehat itu bagaimana bisa terjadi, tanpa mengurangi nilai-nilai keagamaannya, itu yang menurut saya tidak ada. Ya karena suasana dalam kehidupan kita ini sudah mau mencari menangnya sendiri, karena orang mencari dia merasa yang paling objektif, padahal objektivitasnya itu kan harus diuji kepada pihak-pihak lain untuk menjadikan suatu objektivitas bersama,” kata Hotman Siahaan.

Upaya menangkal radikalisme telah dilakukan pemerintah melalui program deradikalisasi. Menurut Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Prof. Masdar Hilmi, program deradikalisasi yang selama ini dijalankan pemerintah masih belum menyentuh target dan prioritas yang jelas. Penajaman konsep, target, dan prioritas program deradikalisasi, harus kembali dirumuskan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah radikalisme.

“Deradikalisasi itu harus dipertajam, jadi jangan hanya sekedar ada program, ada kegiatan, ada anggaran, tetapi siapa target dari deradikalisasi itu. Makanya dipertajam, kita identifikasi lagi target-tergetnya itu mana yang paling prioritas, prioritas satu, prioritas dua, prioritas tiga. Prioritas satu itu deradikalisasi haruslah mengena kepada kelompok-kelompok yang memang sudah terpapar. Yang kedua, pada kelompok-kelompok yang berpotensi mengarah ke sana. Yang ketiga ini kepada masyarakat umum,” jelas Masdar Hilmi.

"...harus ada distribusi dan kesempatan untuk mengakses politik yang ada di Indonesia ini..." -Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Prof. Masdar Hilmi - (Foto: ilustrasi)

Selain itu, Masdar Hilmi juga mendorong pemerintah memberi kemudahan akses distribusi di bidang politik dan sosial kepada seluruh elemen masyarakat, agar terjadi pembauran sosial yang menguatkan kebangsaan Indonesia.

“Secara politik juga demikian, jangan hanya menjadi persoalan elitis, harus ada distribusi dan kesempatan untuk mengakses politik yang ada di Indonesia ini. Secara sosial begitu juga, tidak boleh ada sekat-sekat sosiologis, dibedakan oh ini Muslim, oh ini non-Muslim, oh ini kelompok Muhammadiyah, ini kelompok NU, kan seperti itu kenyataannya. Bahkan ada, khusus pemakaman untuk non-Muslim, ini kampung Islam, artinya kita dorong begitu lho, jangan ada segregasi sosial, jangan ada fragmentasi sosial, kita dorong melakukan pembauran-pembauran,” imbuhnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Atasi Radikalisme, Negara Perlu Perkuat Kembali Konsep, Target, dan Pemahaman Masyarakat

Guru Besar Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, Prof. Ahmad Erani Yustika mengatakan, persoalan kesejahteraan dan keadilan merupakan dua hal prioritas yang harus dikerjakan pemerintah selain penuntasan pembangunan infrastruktur yang telah berjalan selama ini. Pencapaian kesejahteraan dan keadilan, kata Erani, akan memperkuat persatuan nasional sehingga mampu meminimalkan bibit radikalisme di masyarakat.

“Ada dua tadi itu, kesejahteraan dan keadilan tadi itu. Itu yang harus dibangun. Kesejahteraan menjadi salah satu tujuan yang tidak bisa dielakkan, itu harus kita lakukan dan pemerintah sudah mengerjakan itu. Nah, tema keadilan itu merupakan dua sayap, jadi kesejahteraan dan keadilan itu dua sayap yang akan bisa menegakkan persatuan tadi itu,” jelas Ahmad Erani Yustika. [pr/uh]