Aung San Suu Kyi Bela Vonis terhadap Wartawan Reuters

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi di Forum Ekonomi Dunia, di National Convention Center, Hanoi, Vietnam, 13 September 2018.

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi membela negaranya dari kritik mengenai vonis bersalah yang dijatuhkan pekan lalu terhadap dua wartawan Reuters atas dakwaan melanggar Undang-Undang Rahasia Negara peninggalan masa kolonial di negara itu.

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditangkap Desember lalu setelah bertemu dua polisi di sebuah restoran di Yangon dan diberi setumpuk dokumen. Mereka sedang melakukan investigasi terkait pembantaian 10 Muslim Rohingya oleh polisi dan tentara di desa Inn Din tahun lalu.

Berbicara dalam acara Forum Ekonomi Dunia di ibukota Vietnam, Hanoi, Aung Suu Kyi mendesak siapapun yang mengritik vonis tersebut dan menyerukan pembebasan kedua wartawan itu, termasuk Wakil Presiden Amerika Mike Pence, agar “menunjukkan” apakah telah terjadi kekeliruan hukum.

Kedua wartawan itu dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun.

Ia juga mengatakan pemerintahnya seharusnya dapat menangani situasi terkait Muslim Rohingya itu dengan cara berbeda.

Reputasi Aung San Suu Kyi sebagai ikon demokrasi dan HAM, yang diperolehnya setelah bertahun-tahun ditahan oleh bekas rezim militer Myanmar, telah rusak karena kegagalannya berbicara menentang kampanye militer yang brutal di negara bagian Rakhine, yang menyebabkan hampir 700 ribu Muslim Rohingya menyeberang ke Bangladesh sejak Agustus tahun lalu.

PBB dan Amerika Serikat telah mengumpulkan banyak pernyataan saksi mata mengenai kekejaman yang dilakukan pasukan pemerintah, termasuk di antaranya pemerkosaan beramai-ramai, pembakaran seluruh desa dan pembunuhan di luar proses hukum.

PBB menyebut kampanye militer itu sebagai contoh pembersihan etnis, dan meminta Jenderal Min Aung Hlaing, panglima tertinggi militer Myanmar, dan lima jenderal lainnya, agar diadili atas tuduhan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

Aung San Suu Kyi menyampaikan kepada hadirin di Hanoi bahwa dengan menengok ke belakang, ia berpendapat situasi yang dihadapi Muslim Rohingya seharusnya dapat ditangani dengan lebih baik lagi. Akan tetapi, ujarnya, pihak berwenang tidak dapat memilih dan menentukan siapa yang akan dilindungi oleh aturan hukum. [uh]