Pemimpin pro-demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, menyerukan agar semua fraksi dimasukkan dalam putaran terbaru perundingan damai antara kelompok-kelompok etnis bersenjata dan pemerintah sipil semu di negara itu yang segera akan berakhir kekuasaannya.
Pemenang hadiah Nobel Perdamaian itu menyampaikan pernyataan tersebut hari Selasa pada hari pembukaan perundingan di ibukota Naypyitaw. Pidato Suu Kyi itu merupakan keterlibatan pertamanya dalam proses perdamaian yang sedang berlangsung, dan bisa meletakkan dasar bagi kesepakatan ketika Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinannya mengambil alih kekuasaan pada bulan Maret, empat bulan setelah partai itu menang besar dalam pemilu bebas pertama di negara itu dalam seperempat abad.
Orang kuat Myanmar, Aung Hlaing Min, panglima militer dalam pemerintahan Presiden Thein Sein juga hadir untuk pembukaan perundingan hari Selasa itu. Pemerintah Thein Sein telah melakukan negosiasi dengan pasukan-pasukan pemberontak sejak mengambil alih kekuasaan tahun 2011 dari junta militer yang lama berkuasa.
Berbagai upaya itu mencapai puncaknya dengan perjanjian gencatan senjata dengan beberapa kelompok pemberontak yang telah berjuang selama bertahun-tahun untuk memperoleh otonomi lebih besar.
Tapi banyak kelompok pemberontak menolak berpartisipasi dalam pembicaraan sebelumnya atau tidak bersedia menandatangani perjanjian, sehingga pertempuran terus berlangsung antara pemberontak dan pemerintah.
Aung San Suu Kyi secara konstitusional dilarang menjabat presiden karena almarhum suaminya berwarganegara Inggris, dan demikian pula kedua anak-anak mereka. [lt]