Australia dan China membuka dialog tingkat tinggi pertama mereka dalam tiga tahun pada Kamis (7/9) sebagai tanda mencairnya hubungan antar negara yang berselisih dalam banyak hal, mulai dari HAM, asal usul COVID-19, hingga perdagangan.
“Saya menyambut baik perkembangan positif baru-baru ini dalam hubungan bilateral, tetapi kami tahu masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” kata Craig Emerson, ketua delegasi Australia dan mantan menteri perdagangan.
Dialog yang diadakan di Beijing itu akan fokus pada perdagangan, hubungan antarmasyarakat, dan keamanan.
Mantan Menteri Luar Negeri China Li Zhaoxing mengatakan kedua negara harus bekerja sama. Namun ia menambahkan bahwa “Kita harus mematuhi liberalisasi perdagangan dan bersama-sama menentang mentalitas Perang Dingin, konfrontasi blok, dan proteksionisme perdagangan.”
Beijing sering menggunakan istilah-istilah tersebut untuk menentang tindakan negara-negara Barat, khususnya AS.
Selama pembekuan hubungan dengan Beijing, Australia membentuk kemitraan nuklir dengan AS dan Inggris yang memungkinkan Australia mengakses kapal selam bertenaga nuklir.
Menteri Luar Negeri Australia saat ini, Penny Wong, berupaya menstabilkan hubungan kedua negara sejak partainya memenangkan pemilu tahun lalu.
Pada Kamis, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese juga bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang di sela-sela KTT ASEAN di Indonesia, dan menggambarkan keterlibatan mereka sebagai hal yang positif.
“Saya mengatakan kepada Perdana Menteri Li bahwa kami akan terus bekerja sama semampu kami, berselisih pendapat jika memang harus, dan menjalin kontak dengan mengutamakan kepentingan nasional kami,” kata Albanese kepada wartawan. Menurut pernyataan dari kantornya, di pertemuan tersebut, Albanese juga mengatakan bahwa ia akan mengunjungi China pada akhir tahun ini untuk memenuhi undangan Presiden Xi Jinping.
BACA JUGA: Terkait Jelai, Australia Batalkan Gugatan Terhadap China di WTOHubungan China dan Australia merosot tajam selama pandemi ini. Pemerintahan Australia sebelumnya mengesahkan undang-undang yang melarang campur tangan asing secara terselubung dalam politik dalam negeri, melarang raksasa telekomunikasi milik China, Huawei, meluncurkan jaringan 5G Australia karena masalah keamanan, dan menyerukan penyelidikan independen terhadap pandemi COVID-19.
Sebagai tanggapannya, China secara efektif memblokir ekspor jelai Australia pada 2020 dengan mengenakan tarif sebesar 80,5 persen, yang secara luas dianggap di Australia sebagai hukuman. China juga mengenakan tarif terhadap minuman anggur, daging sapi, dan batu bara Australia, serta produk lainnya. China baru-baru ini mencabut tarif terhadap jelai.
Australia juga berharap ada terobosan dalam kasus lima warga Australia yang ditahan di China, di antaranya adalah Cheng Lei, seorang jurnalis yang telah dipenjara selama tiga tahun.
“Kami terus mengadvokasi kemajuan positif dalam kasus warga Australia yang ditahan di China,” kata Emerson. [ab/lt]