Otoritas perbatasan Australia akan mengizinkan lebih banyak warganya yang terdampar di luar negeri untuk kembali ke negaranya. Batas mingguan sebanyak 4.000 kedatangan, yang saat ini harus menjalani karantina wajib selama 14 hari di hotel, akan bertambah 1.500 pada pertengahan Oktober 2020.
Pembatasan perjalanan COVID-19 menyebabkan puluhan ribu warga Australia tidak dapat kembali pulang ke negaranya. Sebuah cap diberlakukan atas jumlah warganegara dan penduduk tetap Australia yang boleh pulang karena penguasa tidak mau membebani sistem karantina negara itu. Mereka yang kembali dari perjalanan luar negeri harus menjalani karantina selama dua minggu di hotel di bawah pengawasan sebagai bagian dari upaya membendung penyebaran virus.
Berdasarkan rencana baru, yang diumumkan Perdana Menteri Scott Morrison pada Jumat (18/9) malam, 1.500 penumpang tambahan akan diizinkan pulang pada 12 Oktober mendatang. Rencana tersebut disetujui kabinet nasional, yang terdiri dari perdana menteri, dan para pemimpin eksekutif negara bagian dan teritori. Negara bagian New South Wales, Australia Barat, dan Queensland akan menerima kedatangan tambahan 500 orang per minggu. Jumlah kedatangan secara bertahap akan mengalami peningkatan dalam beberapa minggu mendatang meskipun otoritas federal memperkirakan jumlah itu bertambah lebih cepat.
BACA JUGA: Anjing Terapi Hibur Petugas Kesehatan di Garis DepanPemimpin Eksekutif Australia Barat Mark McGowan, yang prihatin atas rencana federal sebelumnya terkait pelipatgandaan kuota negara bagian pada 28 September, menyatakan bahwa sistem itu perlu dikelola dengan hati-hati.
“Keputusan pemerintah federal yang secara sepihak menggandakan kedatangan internasional di Australia Barat pada tanggal 28 September lalu, menurut kami terlalu berisiko bagi wilayah kami. Hari ini tercapai alternatif baru untuk ke depannya sebuah perjanjian unik bagi Australia Barat, lebih masuk akal dan dapat diterapkan,” kata McGowan.
Pandemi COVID-19 juga menyebabkan perpecahan terhadap federasi Australia yang terdiri dari enam negara bagian dan dua wilayah teritori. Banyak yang telah menutup perbatasan mereka dengan Victoria, yang menjadi pusat perebakan virus corona, dan negara bagian yang bertetangga, New South Wales.
Pihak berwenang menyatakan langkah-langkah itu diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, namun pemerintah federal berpendapat aturan pembatasan tersebut sangat berat dan menghambat pemulihan ekonomi yang disebabkan virus corona.
Pemimpin Eksekutif Tasmania Peter Gutwein berharap untuk dapat mencabut aturan pembatasan negara bagiannya yang berupa pulau itu lebih awal dari penetapan batas waktu sebelumnya pada 1 Desember 2020.
“Pengawas negara bagian, atas saran dari ahli kesehatan masyarakat, sedang mengkaji kemungkinan mempercepat tanggal pelonggaran pembatasan perbatasan dengan negara bagian yang aman COVID-19 dan berisiko rendah pada akhir Oktober mendatang, seperti Australia Selatan, Australia Barat dan Northern Territory,” ujar Gutwein.
Pejabat berwenang juga berupaya mempersiapkan travel bubble atau ‘gelembung perjalanan’ yang memungkinkan penerbangan dipulihkan dengan Selandia Baru. Kedua negara tersebut menutup perbatasan masing-masing untuk warga asing, meski warganegara dan penduduk tetap masing-masing dapat kembali.
COVID-19 pertama kali ditemukan di Australia pada akhir Januari 2020. Hampir 27.000 infeksi yang dikonfirmasi telah dicatat dan sekitar 850 telah meninggal. Sebagian besar infeksi dan kematian terjadi di wilayah Victoria, meskipun jumlah infeksi baru setiap hari menurun. Ibu kota negara bagian, Melbourne, tetap mengalami lock-down sedikitnya selama seminggu. [mg/jm]