Parlemen Australia telah menyetujui sebuah rancangan undang-undang baru (RUU) yang akan menuntut pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan media sosial jika mereka tidak segera menghapus konten kekerasan dari situs-situs mereka.
Berdasarkan RUU yang secara meyakinkan disetujui parlemen ini, perusahaan-perusahaan media sosial akan dikenai denda 10 persen dari pendapatan tahunan global mereka jika materi yang berisi kekerasan mengerikan tidak segera dihapus dari situs mereka, dan para ekeskutifnya bisa dikenai hukuman hingga tiga tahun penjara. Materi kekerasan yang mengerikan yang dimaksud itu didefinisikan sebagai tindakan pembunuhan, terorisme, penyiksaan atau perkosaan.
Legislasi itu dirancang sebagai tanggapan atas insiden penembakan massal 15 Maret lalu yang menewaskan 50 orang di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Peristiwa itu ditayangkan langsung melalui fitur Facebook Live oleh pelakunya, Brenton Harris Tarrant, pendukung supremasi kulit putih dari Australia.
Tayangan video itu sempat tersebar luas di media sosial populer yang berbasis di AS itu sebelum akhirnya dihapus. Facebook mengatakan, mereka menghapus hingga sebanyak 1,5 juta video mengenai serangan itu selama 24 jam pertama setelah insiden terjadi.
Legislasi itu dirancang dan diloloskan pada hari-hari terakhir masa persidangan, sehingga memicu munculnya kecaman dari sejumlah legislator dan aktivis digital. Mereka menganggap RUU itu dibuat secara tergesa karena tidak melalui proses sidang dengar keterangan yang sepatutnya.
Sunita Bose, direktur Digital Industry Group, yang mewakili Facebook, Google dan Twitter, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa isu tersebut merupakan masalah yang sangat kompleks yang memerlukan pembahasan dengan para pakar teknologi dan hukum.
Arthur Moses, Ketua Dewan Hukum Australia, kelompok pengacara terkemuka di Australia, mengatakan, RUU itu akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan seperti penyensoran media dan menghalangi orang-orang yang ingin melaporkan peristiwa-peristiwa mengenai tindakan yang keliru. [ab]