Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengungkapkan peluncuran dan peresmian alat pemindai peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta ini dilakukan untuk memerangi segala bentuk penyelundupan barang ekspor dan impor.
Selain itu, katanya kebijakan ini dibuat sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan efisiensi, transparansi, dan keamanan arus barang, serta menjamin perbaikan tata kelola pelabuhan.
“Paling tidak kita bisa kompetitif dengan negara lain, (dari sisi) teknologi, pelayanan dan pengawasan kita sama atau setara dengan itu. Dengan alat pemindai itu, semua kontainer barang ekspor impor bisa kita awasi satu per satu, tidak ada yang terlewat,” ungkap Askolani dalam acara peluncuran Alat Pemindai Peti Kemas, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/12).
Ia menjelaskan, pihaknya bersama PT Pelindo sudah memasang alat pemindai peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok sebanyak 10 buah dengan anggaran kurang lebih Rp250 miliar.
Your browser doesn’t support HTML5
Selanjutnya, pada triwulan-I 2025, pemerintah berencana untuk memasang alat serupa di beberapa pelabuhan besar lainnya seperti di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang; Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dan Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara. Askolani menekankan bahwa alat ini sangat canggih.
“Semua isi akan kita bisa lihat terbuka, lebih transparan, dan tentunya speknya lebih canggih sehingga setiap barang yang ada di sana, bukan hanya bentuk barang termasuk barang yang seperti limbah, termasuk narkotika bisa kita lihat lebih mudah, lebih cepat dan lebih transparan mendeteksinya,” jelasnya.
Ditambahkannya, dengan adanya alat tersebut diharapkan dwelling time atau waktu yang dibutuhkan untuk memroses peti kemas dari kapal hingga keluar dari Pelabuhan bisa menjadi lebih pendek. Seperti diketahui hingga November 2024 dwelling time Indonesia tercatat sebesar 2,71 hari, di mana untuk customs clearance sekitar 0,3 – 0,4 hari.
Askolani mencontohkan, di Singapura dan Thailand, pemindaian dilakukan dilakukan terhadap seluruh peti kemas. Rata-rata waktu pemeriksaan fisik barang impor berkurang menjadi dalam hitungan menit sehingga dapat mengurangi waktu tunggu (dwelling time).
“Nanti kita lihat implementasinya. Tapi harapannya kita akan lebih turun lagi dari 2,7 hari. Selain menggunakan alat ini saya sampaikan proses bisnis juga kita koordinasikan end to end, dari otoritas Pelabuhan sehingga lebih efisien. Sebab kita tahu dwelling time itu banyak unsur yang ada terlibat disitu, ada Pelindo, karantina, kepabeanan, yang kemudian ini kita melihatnya end to end, yang kemudian kita minta proses bisnisnya bisa lebih efisien dan kompetitif dibantu dengan alat x-ray yang kita sampaikan,” jelasnya.
2024, Pelanggaran Kepabeanan Melonjak Tinggi
Dalam kesempatan ini, Askolani juga menjelaskan kegiatan ekspor impor yang menurun dibandingkan tahun lalu. Mendekati penghujung tahun 2024, katanya jumlah peti kemas impor di Pelabuhan Tanjung Priok tercatat 1,2 juta, sedangkan jumlah peti kemas ekspor hanya mencapai 765.143. Jumlah ini menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun lalu dimana terdapat 1,3 juta untuk peti kemas impor, dan 1,1 juta peti kemas ekspor.
“Tetapi di tahun 2024 masih terjadi pelanggaran kepabeanan oleh beberapa pelaku usaha,” tuturnya.
Bea Cukai Tanjung Priok sejauh ini, katanya mencatat 1.849 kasus pelanggaran kepabeanan yang terdiri dari 1.744 kasus impor, dan 105 kasus ekspor.
Secara keseluruhan di tahun 2024, terdapat 2.142 penindakan pelanggaran kepabeanan, dengan 2.048 penindakan pelanggaran impor dan 94 penindakan pelanggaran ekspor, setelah sebelumnya di tahun 2023 terdapat 1.005 penindakan pelanggaran kepabeanan. Dari jumlah tersebut, diketahui 1.198 kasus merupakan pelanggaran larangan dan pembatasan.
“Kita juga mengedukasi kepada para pelaku usaha yang kemudian kita harapkan supaya patuh dan jujur dalam melakukan proses kepabeanan ekspor dan impor. Dokumennya betul, sehingga kalau mereka konsisten melakukan itu, maka pengawasan kita minimal dan akan lebih bagus. Kita tidak mengejar penindakan setinggi-tinggi, kalau patuh tentunya penindakan kita bisa minimal. Ini yang kita edukasi terhadap yang berisiko tinggi baik eksportir, importir kita juga kasih atensi khusus dan mengingatkan mereka untuk melakukan kegiatan bisnis normal,” tegasnya.
Ekonom: Diperlukan juga Perbaikan Regulasi
Diwawancara secara terpisah, Ekonom CELIOS Nailul Huda mengatakan pihaknya mengapresiasi pengadaan alat pemindai peti kemas tersebut. Namun, ia menekankan bahwa alat pemindai tersebut hanya salah satu aspek guna mewujudkan tata kelola ekspor impor yang jauh lebih baik lagi ke depannya.
Ia menyarankan kepada pemerintah untuk memperbaiki berbagai regulasi termasuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no 8 tahun 2024 tentang larangan dan pembatasan impor. Kebijakan ini yang kerap dikeluhkan oleh pelaku usaha karena memberikan ruang kepada barang impor ilegal untuk semakin merajalela.
“Dari sisi regulasi itu juga harus dibenahi. Kita tahu regulasi Permendag no 8 masih cukup lost terhadap beberapa barang kemudian kalau kita lihat di SDM-nya ada pengaruh juga. Kita tahu ada beberapa pegawai bea cukai yang memang disinyalir terlibat perdagangan tidak wajar, ataupun melakukan penyalahgunaan wewenang sehingga diproses KPK dan sebagainya,” ungkapnya kepada VOA.
Maka dari itu, ujarnya sumber daya manusia (SDM) juga perlu dibenahi agar kelak bisa tercipta sebuah tata kelola yang baik atau good governance dari rangkaian kegiatan ekspor dan impor.
“Regulasi sudah ada, alatnya sudah ada, SDM-nya yang perlu dijaga. Jadi ini yang sebenarnya harus sinkron satu sama lain. Baik dari regulasi impornya, terus alatnya dan juga SDM-nya harus berbenah,” pungkasnya. [gi/jm]