Azerbaijan melancarkan serangan terhadap posisi Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan dan melepaskan sejumlah tembakan, termasuk di wilayah yang dihuni oleh warga sipil.
Para pejabat setempat melaporkan aksi militer itu telah menyebabkan puluhan warga sipil yang berada di daerah kantong tersebut tewas atau terluka. Daerah itu sebagian besar dihuni oleh etnis Armenia tetapi seluruhnya dikelilingi oleh wilayah Azerbaijan.
Azerbaijan menyebut upaya tersebut sebagai “operasi anti-teroris.” Kementerian pertahanannya mengatakan tindakan tersebut diambil pada Selasa (19/9) sebagai respons terhadap ledakan ranjau darat yang menewaskan empat tentara dan dua warga sipil di wilayah itu.
Armenia menyebut serangan Azerbaijan itu sebagai pembersihan etnis.
Prancis mengecam keras Azerbaijan atas apa yang mereka sebut sebagai tindakan militer yang tidak dapat dibenarkan dan meminta Azerbaijan, yang telah memblokade wilayah tersebut selama berbulan-bulan, untuk mengakhiri serangan itu dan menghormati hukum internasional.
BACA JUGA: Menlu AS: Masih Butuh Kerja Keras untuk Capai Perdamaian Armenia-AzerbaijanPrancis juga telah meminta Azerbaijan agar bertanggung jawab atas nyawa warga sipil yang telah dirampas dan terancam serta meminta pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB yang akan diadakan pada Kamis (21/9).
Prancis mengatakan akan bekerja sama dengan sekutu Eropa dan Amerika Serikat untuk memastikan adanya tanggapan terhadap tindakan Azerbaijan.
Uni Eropa juga mengecam tindakan tersebut. Kepala kebijakan luar negeri UE, Josep Borrell, menyerukan agar Azerbaijan menghentikan aktivitas militernya, dengan mengatakan, “Ada kebutuhan mendesak untuk kembali berdialog antara warga Azerbaijan dan warga Armenia Karabakh.”
Nagorno-Karabakh telah berada di bawah kendali etnis Armenia sejak 1994, namun sebagian wilayahnya diklaim kembali oleh Azerbaijan setelah perang pada 2020. Tentara penjaga perdamaian dari Rusia telah ditempatkan di wilayah tersebut. [lt/rs]
Sebagian informasi dalam laporan ini diambil dari the Associated Press dan Reuters.