Dua badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah memperingatkan risiko kelaparan di Haiti dan negara-negara lain akibat pembatasan pergerakan orang dan pangan.
Negara lain yang disebut dalam laporan PBB itu di antaranya Sudan, akibat pecahnya perang di negara itu, serta Burkina Faso dan Mali, yang disebabkan oleh pembatasan pergerakan orang dan pangan.
Empat negara berada pada tingkat siaga tertinggi, di mana masyarakatnya sudah menghadapi atau diperkirakan akan menghadapi kelaparan atau berisiko “menuju kondisi bencana.”
Laporan Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) itu menyerukan perhatian mendesak untuk menyelamatkan nyawa dan lapangan kerja.
Pada akhir 2022, PBB melaporkan bahwa hampir separuh penduduk Haiti, yaitu 4,7 juta jiwa – jumlah yang memecahkan rekor – menghadapi kelaparan akut, di mana 19.000 di antaranya dalam kondisi bencana kelaparan. Semuanya tinggal di daerah kumuh yang dikendalikan oleh geng-geng di ibu kota.
Distrik Cite Soleil di Ibu Kota Port-au-Prince, di mana angka kekerasan telah meningkat seiring persaingan geng-geng bersenjata untuk merebut kendali, memiliki kebutuhan yang paling mendesak untuk menerima bantuan kemanusiaan.
Di salah satu rumah sakit di distrik itu, anak-anak yang kekurangan gizi dirawat dan dipulangkan ke rumah masing-masing sebelum kembali ke rumah sakit seminggu kemudian karena orang tua mereka tidak mampu memberi makan.
FAO dan WFP memperingatkan, serangkaian krisis yang tak henti-hentinya menerjang telah menjebak warga Haiti yang rentan dalam siklus keputusasaan yang semakin meningkat tanpa akses pangan, bahan bakar, pasar, lapangan kerja dan layanan publik.
Distribusi pangan di wilayah lain di negara itu memerlukan logistik yang rumit dan harus dilakukan melalui jalur udara atau laut, mengingat semua rute keluar ibu kota masih berada di bawah kendali geng-geng di sana. [rd/ah]