Badan Intelijen AS: Kelompok Wagner Rusia Rekrut Narapidana untuk Perang di Ukraina

Sejumlah pengunjung berpose di luar kantor PMC Wagner Centre, sebuah proyek yang dijalankan oleh pendiri grup militer swasta Wagner, Yevgeny Prigozhin, dalam kunjungan mereka ke kantor tersebut di Saint Petersburg, Rusia, pada 4 November 2022. (Foto: Reuters/Igor Russak)

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat John Kirby pada akhir Desember mengumumkan bahwa kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner Group, kini memperluas pengaruhnya dengan merekrut narapidana dan menerima senjata dari Korea Utara.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengatakan bahwa kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner Group, sebagaimana militer Rusia, kini mengalami kekurangan staf dan merekrut narapidana.

Kirby mengatakan pemimpin Wagner Group Yevgeny Prigozhin secara pribadi mendatangi penjara-penjara Rusia untuk merekrut narapidana untuk bertarung di garis depan.

“Prigozhin bagaikan hendak begitu saja membuang mayat orang-orang Rusia ke pertempuran di Bakhmut. Faktanya, sekitar seribu tentara bayaran Wagner telah tewas dalam pertempuran beberapa minggu ini saja, dan kami percaya bahwa 90 persen dari tentara yang tewas itu sebenarnya adalah narapidana,” kata Kirby.

BACA JUGA: Bulgaria Panggil Dubes Rusia Terkait Penetapan Status Buron atas Jurnalisnya

Sementara itu, Olga Romanova, pendiri kelompok hak-hak sipil “Russia Behind Bars,” mengatakan berbagai alasan telah mendorong para narapidana itu untuk setuju bertempur di medan perang.

"Mereka tidak tertarik pada ideologi, mereka hanya tertarik pada kebebasan. Mereka ingin bebas melakukan sesuatu sebagaimana yang mereka lakukan ketika menjadi anggota geng, bebas dari penjara, dari disiplin yang ditegakkan dan sebagainya," ujar Romanova.

Kirby mengatakan pengaruh Wagner Group sedang berkembang. Prigozhin dalam banyak kesempatan telah mengkritisi secara terbuka jenderal-jenderal Angkatan Darat Rusia atas kegagalan strategi mereka di Ukraina.

Para analis mengatakan Kementerian Pertahanan Rusia telah menanggapi kampanye rekrutmen Wagner Group secara negatif. Salah seorang di antaranya adalah Ivan Eland di Center on Peace and Liberty.

“Wagner Group sebenarnya bersaing dengan unit-unit militer Rusia, dan mereka direkrut dari penjara. Kita mungkin menilai tahanan itu kasar dan semacamnya, tetapi tidak berarti mereka siap dan memiliki latihan militer yang baik. Ini menunjukkan betapa lemahnya tentara Rusia,” kata Eland.

Your browser doesn’t support HTML5

Badan Intelijen AS: Kelompok Wagner Rusia Rekrut Narapidana Untuk Perang di Ukraina

Purnawirawan Angkatan Darat Amerika Brigjen Peter Zwack sependapat dengan Eland soal lemahnya kekuatan pasukan Rusia.

“Ketika Anda memiliki pasukan alternatif untuk pasukan utama yang tidak mampu menyelesaikan misi, hal itu berdampak buruk pada militer Rusia,” ujar Zwack.

Bagi banyak narapidana, bergabung dengan Wagner Group bagaikan cara keluar dari penjara. Romanova mengatakan mereka tidak termotivasi untuk berperang, dan memperlakukan wajib militer sebagai tiket menuju kebebasan.

Banyak yang setelah bergabung justru mencoba melarikan diri atau beralih pihak dan bergabung dengan Angkatan Bersenjata Ukraina, sesuatu yang tidak disukai Wagner Group. Pada pertengahan November lalu, beredar bocoran video yang menunjukkan bagaimana tentara bayaran Wagner Group yang menggunakan palu godam, mengeksekusi seorang anggota yang membelot ke Ukraina.

BACA JUGA: Ukraina Rencana Kembangkan Drone Tempur Udara-ke-Udara

“Banyak yang bersedia bergabung dengan Wagner Group dengan harapan bisa segera kabur. Itu sebabnya banyak sekali dari mereka yang akhirnya menyerah, atau bergabung dengan Ukraina. Itu sebabnya banyak yang dieksekusi di luar hukum. Dalam hal ini Prigozhin membuat kesalahan besar. Ia mengira eksekusi akan membuat para narapidana takut dan berhenti melarikan diri. Padahal, mereka keluar begitu saja dari Wagner Group,” ungkap Romanova.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengatakan Wagner Group juga mendapatkan sebagian senjatanya dari Korea Utara. Menurut data Pentagon, pengiriman pertama dari Korea Utara tiba November lalu, dan itu, tambah Kirby, merupakan pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB. [em/ka]