Badan Investigasi PBB Berharap Bisa Kirim Tim ke Suriah untuk Amankan Bukti-Bukti

Seorang pria berjalan di jalan di kamp pengungsi Palestina al-Yarmouk, setelah Bashar al-Assad digulingkan, di Damaskus, Suriah, 16 Desember 2024. (Ammar Awad/REUTERS)

Badan Investigasi PBB menyatakan bersedia bekerja sama dengan pemerintahan baru Suriah dan akan pergi ke negara itu untuk mengamankan bukti-bukti kejahatan rezim Presiden Bashar Al-Assad. Badan Pengungsi PBB meminta negara-negara agar tidak memulangkan pengungsi Suriah secara paksa.

Kepala badan investigasi PBB Robert Petit menulis surat kepada otoritas baru Suriah. Dia menyatakan kesediaan badan tersebut untuk bekerja sama dan datang ke Suriah untuk mendapatkan bukti-bukti yang dapat melibatkan pejabat tinggi pemerintah sebelumnya, katanya, Selasa (17/12).

Pemberontak menggulingkan Presiden Bashar al-Assad dari kekuasaan bulan ini, membuka penjara-penjara dan kantor-kantor pemerintah serta menumbuhkan harapan baru akan akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan selama perang saudara Suriah dalam lebih dari 13 tahun.

Pada jumpa pers di Jenewa, kepala Mekanisme Internasional, Imparsial dan Independen (IIIM) Robert Petit mengatakan,"Prioritas pertama kami adalah datang dan mencoba menyelidiki sejauh mana masalah ini, melihat akses apa yang tersedia dan kemungkinan bukti yang ada, dan kemudian kita lihat apa yang sebaiknya kami lakukan untuk mendapatkannya."

Your browser doesn’t support HTML5

Hijaukan Bumi, Birukan Langit

Badan PBB tersebut dibentuk pada 2016 untuk menyelidiki dan membantu mengadili kejahatan paling serius yang dilakukan di Suriah sejak 2011. IIIM telah mengumpulkan 283 terabyte data dan telah bekerja sama dengan tim jaksa nasional, termasuk tim di Belgia, Prancis, dan Amerika Serikat dalam penyelidikan di Suriah.

Petit mengatakan bahwa ada beberapa bukti yang hilang di Suriah dalam masa transisi tetapi masih terlalu dini untuk mengetahui skalanya. “Jadi, ini situasi yang sangat rumit dan tidak menentu. Namun, ada potensi tempat kejahatan tersebut sekarang dapat diakses.”

Warga Suriah antre di luar gedung resmi untuk mengurus status mereka dengan otoritas baru negara itu, di Tartus, Suriah barat, 17 Desember 2024. (Bakr ALKASEM / AFP)

Dalam kesempatan yang sama, Direktur UNHCR untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Rema Jamous Imseis, mengatakan bahwa sekitar 1 juta pengungsi Suriah diperkirakan akan kembali ke negara tersebut dalam enam bulan pertama 2025. Ia meminta negara-negara untuk tidak memulangkan pengungsi secara paksa.

“Kita juga harus mengakui bahwa perubahan rezim tidak berarti bahwa krisis kemanusiaan di sana berakhir. Warga Suriah di dalam dan luar negeri masih membutuhkan perlindungan dan dukungan. Kemarin UNHCR memperbarui sikap kami mengenai pemulangan ke Suriah dan kami telah menyampaikan kepada pemerintah di seluruh dunia, menekankan bahwa tidak seorang pun boleh dipulangkan secara paksa ke Suriah dan bahwa hak warga Suriah untuk tetap mendapatkan akses ke suaka harus dipertahankan,” jelasnya.

Imseis menambahkan bahwa ribuan orang telah meninggalkan Suriah bulan ini ketika pemberontak merebut kekuasaan dari Presiden Bashar al-Assad. Tetapi, ribuan orang juga telah kembali ke negara tersebut, sebagian besar dari Turki, Lebanon, dan Yordania. [ka/jm]