Badan Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Senin (22/5) mengatakan kekurangan dana telah memaksanya mengurangi bantuan pangan bagi sekitar satu juta pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp di Bangladesh. Ini adalah pengurangan yang kedua kalinya dalam tiga bulan.
Jatah akan dipotong dari $10 per orang per bulan menjadi $8 mulai 1 Juni, kata juru bicara Program Pangan Dunia Kun Li kepada AFP melalui email.
Jumlah bantuan penuh sebesar $12 telah dipotong pada bulan Maret lalu. “Alasan pemotongan jatah itu adalah kurangnya dana. Kami sangat membutuhkan $56 juta untuk memulihkan jatah penuh ($12 per orang),” kata Kun Li.
Hingga kini belum ada reaksi dari pihak berwenang Bangladesh.
Kelompok-kelompok bantuan mengatakan pemotongan pada bulan Maret menyebabkan kesulitan di kamp-kamp yang penuh sesak, di mana malnutrisi sudah merajalela.
Khin Maung, yang mengepalai Asosiasi Pemuda Rohingya di kamp, mengatakan kepada AFP bahwa keputusan pemotongan jatah makanan yang baru itu mengejutkan para pengungsi dan itu akan menyebabkan kelaparan. “Ini tindakan memalukan oleh PBB,”" katanya.
“Saya pikir itu politis. Sebagian orang mengatakan itu adalah taktik untuk mengirim Rohingya kembali ke Myanmar.”
Para pekerja bantuan mengatakan langkah itu dapat memperburuk keamanan di kamp-kamp tersebut, yang tahun lalu mengalami sejumlah bentrokan mematikan terkait narkoba antara kelompok-kelompok kriminal Rohingya.
PBB dan diplomat asing telah mendesak pemerintah Bangladesh untuk mencabut larangan mencegah Rohingya bekerja di luar kamp di sekitar wilayah Cox's Bazar.
Namun, para ahli telah memperingatkan bahwa mengizinkan Rohingya bekerja di luar kamp dapat memicu kebencian di antara penduduk lokal dan semakin membuat Rohingya enggan kembali ke Myanmar.
Setelah beberapa upaya repatriasi yang gagal, Myanmar telah meluncurkan proyek percontohan untuk memukimkan kembali sekitar 1.100 Rohingya ke sebuah kota perbatasan.
Sebuah tim yang dikirim oleh otoritas Myanmar dijadwalkan akan mengunjungi kamp-kamp tersebut minggu ini dalam upaya meyakinkan para pengungsi untuk kembali.
Tetapi orang-orang Rohingya yang mengunjungi desa-desa permukiman kembali bulan ini mengatakan kepada AFP bahwa mereka sangat was-was, dan salah seorang mengatakan: “Kami tidak mempercayai pemerintah Myanmar satu persen pun.” [lt/uh]