Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menandatangani Nota Kesepahaman "Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2", Senin (19/4), di Markas Besar TNI AD, Jakarta.
Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy.
Dalam keterangan tertulisnya, Dinas Penerangan TNI AD mengatakan penelitian yang akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto ini berpedoman pada kaidah penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
“Juga bersifat autologus yang hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar,” ungkapnya.
Lanjutnya, dalam rilis tersebut juga ditegaskan bahwa penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari “Uji Klinis Adaptif Fase 1 Vaksin yang Berasal dari Sel Dendritik Autolog yang Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus-2 (SARS-CoV-2) pada Subjek yang Tidak Terinfeksi Covid-19 dan Tidak Terdapat Antibodi Anti SARS-CoV-2”.
“Karena Uji Klinis Fase 1 yang sering disebut berbagai kalangan sebagai program Vaksin Nusantara ini masih harus merespon beberapa temuan BPOM yang bersifat critical and major,” jelasnya.
Dalam keterangan tertulisnya Menko Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan penandatanganan tripartit 'kesepahaman antara tiga pihak' itu dimaksudkan sebagai jalan keluar bagi pelaksanaan penelitian yang selama ini sudah berjalan dan diberi label penelitian vaksin Nusantara.
BACA JUGA: BPOM: 71,4 Persen Relawan Vaksin Nusantara Alami Efek Samping"Dalam perjalanannya (vaksin Nusantara) terkendala oleh prosedur dan dipandang tidak memenuhi kaidah dan standar yang ditetapkan BPOM khususnya pada tahap uji klinis 1," jelas Muhadjir.
Ia mengungkapkan, dengan adanya kesepahaman antara Menkes, KSAD dan Kepala BPOM akan terjadi pemindahan program kegiatan penelitian.
"Yang semula berada dalam platform penelitian vaksin dan berada di bawah pengawasan BPOM, sekarang dialihkan ke penelitian berbasis pelayanan yang pengawasannya berada di bawah Kemenkes," paparnya.
Lebih jauh, Muhadjir menjelaskan, dalam nota kesepahaman itu, RSPAD Gatot Subroto ditetapkan sebagai penyelenggara penelitian.
Mantan Mendikbud ini mengatakan, penandatangan nota kesepahaman yang langsung ditandatangani oleh tiga pejabat tinggi negara itu merupakan wujud keseriusan pemerintah dalam mendukung upaya-upaya yang membantu mengatasi pandemi di Indonesia.
BACA JUGA: Jokowi: Pengembangan Vaksin Merah-Putih dan Nusantara Harus Penuhi Kaidah Sains"Ini untuk menunjukkan bahwa pemerintah memberi perhatian serius terhadap semua penelitian yang bermaksud membuat terobosan dalam upaya mencari metode dan teknik baru dalam upaya mengakhiri pandemi COVID-19," tandasnya.
Dengan ditetapkannya tripartit tentang "Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2", maka otomatis penelitian Vaksin Nusantara tidak dilanjutkan.
Penelitian Tetap Harus Sesuai Dengan Kaidah Keilmuan
Dihubungi oleh VOA, Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menegaskan, walaupun ada nota kesepahaman untuk melanjutkan penelitian sel dendrintik ini, kaidah ilmiah harus tetap dipatuhi.
“Presiden kan sudah bilang bahwa semuanya harus mengikuti kaidah scientific. Tapi penelitian ini pengennya harus jalan. Ya namanya harus jalan, prosedur scientific-nya harus diikuti, engga bisa engga, mau komersial mau engga, semuanya harus diikuti,” ungkap Pandu.
Ia melihat penelitian yang disebut berbasis pelayanan ini mirip dengan terapi kanker yang sampai saat ini baru sampai kepada uji klinis tahap ke-2.
Lebih lanjut Pandu menilai nota kesepahaman ini diambil untuk meredam kekisruhan yang selama ini terjadi akibat pengembangan vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
“Makanya ini kan semacam penyelesaian jalan pintas, tapi apakah itu sesuai dengan regulasi? Belum jelas. Setiap penelitian kepada manusia itu ada aturannya, baik standar internasional maupun nasional. Karena kita pernah mengalami hal-hal yang buruk di zaman perang dunia, waktu zaman perang. Jadi banyak penelitian yang mengabaikan, keselamatan manusia, makanya tidak (ada) komite etik, tidak ada regulator," paparnya.
BACA JUGA: Penelitian Vaksin Nusantara Dihentikan Sementara"Untuk melindungi masyarakat makanya ada aturan tertentu. Bukan karena izin edarnya, bukan masalah izin edar. Ini masalah keselamatan orang, setiap penelitian kepada manusia, itu melalui proses-proses yang sudah baku,” lanjut Pandu.
Komisi IX DPR Apresiasi Nota Kesepahaman
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengapresiasi keputusan pemerintah yang menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait penelitian berbasis sel dendrintik ini.
“Kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Pak Menko PMK atas inisiatif yang sudah dilakukan, mampu dan bisa untuk mencari jalan keluar atas solusi terbaik dalam penyelesaian untuk tetap kita mendorong agar Vaksin Nusantara atau yang kemudian yang sekarang dikenal dengan penelitian sel dendrintik ini tetap diteruskan, dilanjutkan dengan memakai mekanisme yang benar, sesuai aturan yang berlaku dan tentu berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah,” ungkap Melki.
Menurutnya, nota kesepahaman ini merupakan sebuah kemajuan dan langkah yang baik untuk kemungkinan bisa menciptakan salah satu cara untuk bisa keluar dari kondisi pandemi COVID-19.
Tidak lupa, Melki juga mengapreasi sistem penelitian Vaksin Nusantara dari berbagai kalangan yang menurutnya tetap maju untuk melakukan penelitian tersebut, walaupun dengan segala kontroversi yang ada. Tim peneliti, katanya, harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa vaksin COVID-19 yang berbasis sel dendrintik ini bisa menjadi opsi untuk membantu Indonesia untuk mendapatkan vaksin atau pengobatan yang baik dalam upaya penanganan pandemi COVID-19.
“Kami juga mengapresiasi para relawan yang sudah bersedia dan berkenan menjadi relawan dalam penelitian ini. Para relawan yang ada di Semarang, kurang lebih 27 orang, kemudian para relawan yang sekarang melanjutkan proses di RSPAD Gatot Subroto, mereka-mereka yang terus bersedia menjadi orang yang berdiri di garda terdepan untuk menjadi contoh bagaimana membuktikan bahwa tesis dari para peneliti ini bisa dilakukan,” katanya. [ab/gi]