Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, pada Kamis (24/10), mengungkapkan bahwa mereka telah mengusir kapal penjaga pantai China dari wilayah yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara sebanyak dua kali dalam beberapa hari terakhir. Pengusiran kali ini merupakan tindakan terbaru yang dilancarkan pemerintah Indoensia aksi Beijing di jalur perairan strategis tersebut. Laut Natuna Utara sendiri terletak di perairan Laut China Selatan yang dipersengketakan.
Kapal-kapal China sering kali memasuki perairan Laut Natuna Utara, yang berada di bagian selatan Laut China Selatan, membuat pemerintah beberapa kali melayangkan protes atas tindakan itu.
"Kapal Garda Pantai China kembali memasuki yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara pada Rabu," kata Bakamla dalam sebuah pernyataan pada Kamis (24/10).
Sebuah kapal Bakamla mencegat kapal tersebut dan mengusirnya dari wilayah tersebut, katanya.
Bakamla menyatakan bahwa kapal itu pertama kali memasuki perairan itu pada Senin. Saat sebuah kapal milik Bakamla mencoba menghubungi kapal China tersebut lewat radio, Garda Pantai China mengklaim bahwa daerah itu merupakan bagian dari yurisdiksi Beijing.
Kapal tersebut "mengganggu aktivitas survei" yang sedang dilakukan oleh Pertamina, katanya.
Kapal Bakamla kemudian mengikuti kapal tersebut dan memaksanya untuk pergi.
Diperkirakan bahwa Laut China Selatan menyimpan sumber daya minyak dan gas yang melimpah dan belum dieksploitasi. Namun, hingga saat ini, volume cadangan yang pasti masih belum dapat ditentukan.
Insiden tersebut menjadi ujian awal bagi Presiden Prabowo Subianto, yang berkomitmen untuk memperkuat pertahanan wilayah NKRI.
Indonesia mengerahkan jet tempur dan kapal perang pada 2020 untuk berpatroli di perairan Kepulauan Natuna sebagai tanggapan terhadap masuknya kapal-kapal China ke wilayah tersebut.
BACA JUGA: Awasi Kapal China di Laut Natuna, TNI AL Kirim Kapal PerangBeijing dan Jakarta merupakan mitra dagang utama. Namun, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, berusaha menghalau kapal-kapal asing yang menangkap ikan di perairannya karena praktik ini membuat negara rugi hingga miliaran dolar setiap tahunnya.
China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan dan mengabaikan putusan pengadilan internasional yang menyatakan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Dalam beberapa bulan terakhir, China telah mengerahkan kapal militer dan penjaga pantai untuk mengusir Filipina dari tiga terumbu karang dan pulau-pulau yang memiliki kepentingan strategis di jalur air yang disengketakan tersebut.
China juga terus meningkatkan tekanannya terhadap gugus pulau yang dikuasai Jepang di Laut China Timur, menyebabkan guncangan bagi Tokyo dan para sekutunya. [ah/rs]