Sebuah museum sains di Amsterdam belum lama ini mempertunjukkan bakso gajah purba. Apakah ini nyata?
Pendiri perusahaan rintisan, Vow, Tim Noakesmith mengatakan bahwa ini adalah suatu inovsi yang nyata.
Daging yang dibudidayakan atau dikenal dengan sebutan daging berbasis sel terbuat dari sel hewan. Hewan ternak tidak perlu dibunuh untuk memproduksinya, yang menurut para pendukung lebih baik, tidak hanya bagi hewan, tetapi juga untuk lingkungan.
Informasi genetika yang tersedia dari mammoth berbulu itu melengkapi bagian yang hilang dilengkapi dengan data genetika dari gajah Afrika, yang lalu dimasukan ke dalam sel domba kata Noakesmith.
Vow menggunakan informasi genetika yang tersedia mengenai mammoth berbulu itu, yang lalu dilengkapi dengan data genetika dari gajah Afrika, dan dimasukkan ke dalam sel domba, ujar Noakesmith.
Dengan kondisi yang tepat di dalam laboratorium, sel-sel itu berlipat ganda hingga cukup untuk digulung menjadi bakso.
Lebih dari 100 perusahaan di seluruh dunia tengah mengerjakan produk daging yang dibudidayakan. Banyak di antaranya adalah perusahaan rintisan seperti Vow.
Para ahli mengatakan bahwa apabila teknologi ini diadopsi secara luas, ini dapat sangat mengurangi dampak lingkungan dari produksi daging global di masa mendatang. Saat ini, miliaran hektar lahan digunakan untuk pertanian di seluruh dunia.
Tapi jangan berharap bakso seperti ini akan tersedia di seluruh dunia dalam waktu dekat. Sejauh ini, negara Singapura yang kecil adalah satu-satunya negara yang menyetujui daging berbasis sel untuk dikonsumsi. Vow berharap dapat menjual produk pertamanya di sana, yaitu daging puyuh Jepang yang dibudidayakan, akhir tahun ini.
Bakso raksasa mammoth ini hanyalah satu-satunya yang dibuat dan belum dicicipi, bahkan oleh para penciptanya, juga tidak direncanakan untuk diproduksi secara komersial. Alih-alih, bakso ini disajikan sebagai sumber protein yang membuka diskusi tentang masa depan daging.
Your browser doesn’t support HTML5
Noakesmith mencatat bahwa mammoth berbulu ini telah “secara tradisional menjadi simbol kehilangan” akibat perubahan iklim. Jadi ia ingin menggunakannya sebagai simbol untuk planet yang “lebih menarik.”
Bakso jumbo yang dipamerkan di Amsterdam dengan ukuran seperti bola softball dan voli, hanya untuk pertunjukan dan telah dilapisi kaca untuk memastikannya tidak rusak dalam perjalanannya dari Sydney.
Tetapi ketika tengah disiapkan — pertama dipanggang perlahan dan kemudian dibakar di bagian luar dengan obor tiup — baunya enak. Noakesmith mengatakan:
"Orang-orang mengatakan aromanya mirip dengan prototipe lain yang mereka produksi sebelumnya, yaitu buaya," pungkas Noakesmith. [di/jm]