Meliana perempuan keturunan Tionghoa yang mengeluhkan volume pengeras suara azan yang divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Medan pada 21 Agustus 2018 lalu, akan mengajukan peninjauan kembali (PK) setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasinya. Hal ini disampaikan kuasa hukum Meliana, Ranto Sibarani, seusai menemui kliennya di Lapas Perempuan Klas II A Tanjung Gusta, Medan, Selasa siang (9/4).
Namun, sebelum menyampaikan PK itu, tim kuasa hukum masih mengumpulkan bukti-bukti baru yang membuktikan bahwa Meliana tidak bersalah.
"Kita akan ajukan itu segera setelah kita mendapatkan bukti baru karena itu salah satu syarat untuk mengajukan PK. Bukti baru membuktikan Meliana tidak melakukan atau mengucapkan yang dituduhkan," kata Ranto kepada VOA saat ditemui di Lapas Perempuan Klas II A Tanjung Gusta, Selasa (9/4).
BACA JUGA: MA Tolak Banding Meliana, Kuasa Hukum Siap Tempuh Cara LainDalam kesempatan itu, Ranto juga menyampaikan kekecewaan terhadap keputusan Mahkamah Agung yang diketahui lewat situs badan itu, karena hingga saat ini tim kuasa hukum belum mendapatkan salinannya.
Meski telah divonis bersalah pengadilan, namun Meliana tetap berkukuh tidak pernah mengucapkan apa yang dituduhkan kepadanya.
"Dia sangat kecewa. Dia menangis. Dia mohon keadilan. Dia mohon agar ada keadilan terhadap perkara yang dialaminya. Meliana berharap orang lain tidak mengalami apa yang dialaminya. Meliana tetap bertahan bahwa beliau tidak pernah mengucapkan apa yang dituduhkan itu. Kita akan terus melakukan upaya hukum," ungkap Ranto.
Lanjut Ranto, Meliana yang telah divonis 18 bulan dan ditahan sejak 30 Mei 2018 akan mengajukan bebas bersyarat. Pasalnya bebas bersyarat merupakan hak tahanan. Setelah menjalani dua per tiga masa tahanan maka Meliana berhak mengakukan bebas bersyarat, tambahnya.
"Artinya, 30 Mei 2019 sudah bisa kita ajukan bebas bersyarat," tutur Ranto.
BACA JUGA: Meski Banding, Pengadilan Tinggi Tetap Vonis Meliana 18 BulanSeperti diketahui, Meliana sebelumnya dinyatakan bersalah karena dinilai melanggar pasal 156A KUHP yaitu dengan sengaja menunjukkan perasaan atau melakukan perbuatan di depan umum, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
“Kak, tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu Kak, sakit kupingku, ribut,” ujar Meliana kepada tetangganya sebagaimana dibacakan dalam tuntutan jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Medan.
Your browser doesn’t support HTML5
Keluhan itu menyebar dan dipelintir menjadi isu bahwa Meliana mengeluhkan suara azan. Bukan lagi soal kerasnya volume azan. Tidak lama setelah isu itu meluas pada Juli 2016, massa kemudian mengamuk dan membakar sedikitnya 14 kuil Buddha di Tanjung Balai, Sumatera Utara. (aa/em)