Banyak orang bisa menyanyikan lagu pendek Halo-Halo Bandung. Tetapi tidak sebanyak itu orang yang bisa menghayati makna di balik lagu tersebut.
Sejarawan senior di Bandung, Ahmad Mansyur Suryanegara menyebut peristiwa Bandung Lautan Api, yang mengilhami penciptaan lagu tersebut, sebagai pengorbanan rakyat yang luar biasa dan hanya ada di Bandung.
“Itu benar-benar rakyat (mem)bakar rumah-rumah," kata Ahmad Mansyur Suryanegara.
Menurut Mansyur, peristiwa bumi hangus itu terjadi didorong semangat ingin merdeka. Mereka tidak mau rumah-rumahnya ditinggali tentara asing. Mereka tidak rela bangunan-bangunan mereka akan digunakan penjajah.
BACA JUGA: AS Tekan Belanda Agar Akui Kemerdekaan dan Kedaulatan RIBandung Lautan Api adalah peristiwa heroik massal rakyat yang terjadi pada awal kemerdekaan, 23 Maret 1946. Mansyur sempat berdialog langsung dengan beberapa pelaku pembakaran.
“Waktu saya tanya, Bu kenapa kok rumahnya dibakar? Siapa yang perintah? Dijawab, presiden," kata Mansyur.
Padahal, kata Mansyur, yang memimpin gerakan-gerakan pembakaran dan memberi semangat bumi hangus itu adalah AH Nasution.
“Nasution, selaku kepala staf komandemen satu, mengeluarkan perintah agar semua pegawai dan rakyat sebelum pukul 24 harus meninggalkan kota Bandung. Tetapi, ada kalimat berikutnya, dan membumihanguskan kota Bandung yang ditinggalkannya, serta menyerang kedudukan-kedudukan musuh di utara Bandung," kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Jakarta Dr. Abdurakhman, yang juga dosen sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Yang jelas, menurut Mansyur, itu adalah pengorbanan besar oleh sekitar 200 ribu warga Bandung kala itu.
“Pengorbanan betapa berat seperti itu, dirasakan aman-aman saja, tenang-tenang saja. Artinya, rakyat Jawa Barat, terutama orang Bandung, menghancurkan rumah sendiri pun demi kepentingan kemerdekaan, tidak merasa berat. Proklamasi, semangatnya dahsyat sekali," kata Mansyur.
Tulisan tentang peristiwa itu tidak banyak dalam sejarah karena fokus pendidikan sejarah adalah sejarah Indonesia, kata Dr. Agus Mulyana, dosen departemen pendidikan sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Sebagai pengurus Masyarakat Sejarah Indonesia Jawa Barat, Mulyana menyayangkan tidak semua sejarah bisa diberikan di sekolah. Jadi, ia tidak kaget kalau ada siswa sekolah yang tidak tahu secara mendalam sejarah Bandung Lautan Api.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kurangnya lokasi yang bisa didatangi dan melihat sisa kawasan yang dibakar. Sangat prihatin," kata Agus.
Terkait Bandung Lautan Api, Mulyana, yang juga Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial UPI, berharap pemerintah memberi perhatian lebih agar semua orang memahami betul makna di balik kata-kata itu. Ia prihatin perlawanan rakyat itu kerap diplesetkan menjadi berbagai terminologi negatif, seperti Bandung Lautan Sampah, Bandung Lautan Outlet, atau Bandung Lautan Asmara.
Untuk mengenang peristiwa heroik massal itu, setiap 23 Maret malam ada Pawai Obor di Bandung. Sambil menyanyikan lagu Halo-Halo Bandung, ribuan pelajar dan masyarakat menyusuri ruas-ruas jalan, yang dulu ditapaki warga yang tanpa ragu keluar dari kenyamanan dan membakar tempat tinggal mereka. Pawai Obor menegaskan tekad warga Bandung menjaga kota mereka agar tidak pernah lagi direbut penjajah, apapun bentuknya.[ka/uh]