China ingin membangun layanan kereta cepat dari Provinsi Yunan di bagian selatan, melintasi Sungai Mekong hingga menuju Singapura, untuk melengkapi proyek Belt and Road Initiative, alias Inisiatif Sabuk dan Jalan, yang bertujuan meningkatkan akses China ke Samudera Hindia.
Jika terwujud dalam satu dekade ke depan, maka jaringan itu akan menarik negara-negara Asia Tenggara semakin dekat ke Beijing. Peran Thailand sangat penting dalam rencana itu, tapi beberapa pihak mempertanyakan bijak-tidaknya proyek tersebut.
Setelah hampir 40 tahun harus melakukan perjalanan kereta selama 17 jam dari Thailand selatan ke Bangkok, Bang Fa mengatakan keberadaan kereta cepat akan mengubah segalanya. “Jika kereta cepat itu dibangun, saya bisa pulang-pergi dari Bangkok ke rumah saya di sisi selatan dalam sehari,” jelasnya.
Thailand sedang merencanakan jalur kereta cepat dari perbatasannya dengan Laos di sisi timur laut ke Malaysia di selatan.
Thailand adalah bagian penting dalam proyek Belt and Road Initiative, alias Inisiatif Sabuk dan Jalan China, yang mencakup jalur kereta cepat dari Kunming, ibu kota provinsi Yunan, ke kota pelabuhan Singapura. Setelah selama bertahun-tahun bergelut tentang biaya pengerjaan proyek, siapa yang mendanai dan jenis rel seperti apa yang akan dibangun, Thailand akhirnya menjalankan proyek itu dalam dua fase.
Dengan total biaya senilai $12 miliar (sekitar Rp182,8 triliun), yang didanai pajak rakyat Thailand dengan sistem dan teknologi China, keseluruhan proyek itu rencananya akan menghubungkan Thailand dengan China melalui Laos, pada tahun 2029.
Thailand merupakan bagian dari visi Sabuk dan Jalan yang lebih besar berupa Jaringan Kereta Api Pan-Asia, yang akan mencakup Myanmar, Vietnam dan Kamboja. Jaringan itu awalnya akan mengangkut penumpang, sebelum digunakan untuk mengangkut barang.
Your browser doesn’t support HTML5
Akan tetapi, beberapa anggota Majelis Nasional Thailand khawatir akan potensi korupsi dan menganggap proyek itu hanya membuang-buang uang, mengingat pemerintah Thailand sendiri sedang membangun infrastruktur transportasi, termasuk jaringan jalan tol terpisah.
Surachet Pravinvongvuth adalah anggota komite anggaran dan transportasi. “Secara keseluruhan, proyek ini mubazir dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat. Kami sudah tahu siapa yang diuntungkan dari proyek-proyek besar ini. Siapa lagi kalau bukan mereka yang menyetujui proyek ini, yang akan mendapatkan banyak uang, sementara para kontraktor tersenyum lebar. Pada akhirnya, rakyat Thailand lah yang harus menanggung akibat atas sesuatu yang mungkin tidak mereka butuhkan,” jelasnya.
Laos sudah lebih dulu memulai pembangunan jalur kereta cepat buatan China tahun lalu. Jalur itu menghubungkan Kunming dengan ibu kota Laos, Vientiane.
Profesor teknik dari Universitas Chulalongkorn di Bangkok, Pramual Suteecharuwat, meragukan ketepatan waktu penyelesaian proyek kereta cepat China-Laos-Thailand itu, mengingat sebelumnya proyek itu pernah ditunda akibat perselisihan masalah pendanaan dan desain.
“Perencanaan proyek ini agak ceroboh. Kelemahan megaproyek ini: masing-masing pihak bekerja sendiri-sendiri dengan agenda masing-masing,” komentarnya.
Ketika menteri luar negeri China saat itu, Wang Yi, bertemu dengan menteri luar negeri Thailand pada Juli 2022, Beijing mengatakan bahwa kedua pihak setuju untuk mempercepat proyek jalur kereta Pan-Asia.
Wang Yi mengatakan, “Kami semua sepakat untuk menghubungkan koridor antara China, Laos dan Thailand, mengoperasikan dengan baik jalur kereta China-Laos, sambil membangun jalur kereta China-Thailand dengan baik, sehingga kami dapat membentuk perhubungan di antara ketiga negara.”
Walaupun manfaat proyek itu menggiurkan bagi para pelancong, belum jelas kapan atau apakah proyek itu akan selesai dibangun. [rd/jm]