Berdasarkan laporan dari Bank Dunia yang berjudul "Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class" disebutkan bahwa sebanyak 115 juta atau 45 persen masyarakat Indonesia berpotensi menjadi miskin kembali. Mereka ini adalah orang yang telah keluar dari kemiskinan tetapi belum mencapai tingkat ekonomi yang aman.
Bank Dunia mencatat, selama 15 tahun terakhir, Indonesia telah membuat kemajuan luar biasa dalam mengurangi tingkat kemiskinan yang saat ini berada di bawah 10 persen. Selama periode ini, Indonesia juga mengalami pertumbuhan kelas menengahnya dari tujuh persen menjadi 20 persen dari total penduduk yaitu sebanyak 52 juta orang.
World Bank Acting Country Director untuk Indonesia, Rolanda Pryce mengatakan dengan memperluas kelas menengah dapat membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia serta memperluas pemerataan kesejahteraan.
Rolanda menjelaskan, untuk mendukung jutaan orang yang memiliki aspirasi untuk menjadi bagian dari kelas menengah, Indonesia perlu menciptakan lebih banyak pekerjaan dengan upah yang lebih baik, didukung oleh sistem yang kuat untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas dan jaminan kesehatan universal.
Hal ini akan memerlukan perbaikan lingkungan usaha dan investasi pada infrastruktur. Selain itu, yang juga akan diperlukan adalah perluasan akses jaminan sosial untuk perlindungan dari guncangan kesehatan dan ketenagakerjaan yang mengikis keuntungan ekonomi dan peluang mobilitas ke atas bagi jutaan orang yang ingin masuk dalam kelas menengah.
Your browser doesn’t support HTML5
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa RUU Omnibus Law, yaitu di antaranya UU Cipta Lapangan Kerja yang sedang di susun oleh pemerintah bisa menjadi penangkal, agar jutaan orang tersebut tidak kembali lagi miskin.
Terkait Omnibus Law tersebut, Rolanda mengatakan belum paham karena hal tersebut masih disusun oleh pemerintah. Namun, sejauh yang ia lihat selama ini, pemerintah cukup baik dengan melakukan berbagai kebijakan untuk bisa memperluas lapangan pekerjaan tersebut dengan melakukan kemudahan dalam berinvestasi misalnya.
“Saya rasa, yang jelas pemerintah telah melakukan usaha yang baik dengan mempermudah investasi masuk ke Indonesia sehingga bisa membuka lapangan kerja yang baik. Dengan hal ini, banyak kesempatan orang yang rentan miskin bisa masuk ke dalam kategori kelas menengah,” ujarnya dalam acara Laporan Bank Dunia "Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class", di Jakarta, Kamis (30/1).
Ditambahkannya, penguatan kebijakan dan administrasi pajak untuk meningkatkan kepatuhan oleh mereka yang sudah menjadi bagian dari kelas menengah serta memperluas basis pajak untuk menambah penerimaan baru dari kelas menengah yang berkembang juga akan diperlukan untuk membiayai investasi tersebut.
Menkeu Sri Mulyani pun sepakat dengan laporan Bank Dunia bahwa untuk dapat mencapai kelas menengah tersebut, 115 juta orang yang rentan kembali miskin ini harus mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga mengatakan ketika kelas menengah tersebut sudah mapan, maka kemungkinan mereka untuk membuka peluang usaha pun terbuka lebar sehingga akan lebih banyak lagi menciptakan kesempatan kerja yang baru di lingkungan masyakarat.
Demi mewujudkan itu, pemerintah kata Ani saat ini fokus kepada penciptaan lapangan kerja dengan kualitas yang baik melalui investasi. Namun hal ini , menurutnya tidak bisa berdiri sendiri. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pun harus ditingkatkan lebih baik lagi sehingga bisa memperoleh gaji yang mumpuni.
“Pemerintah melakukan di dua sisi, di sisi lain lingkungan investasinya, di sisi lain para pekerjanya sendiri, human capitalnya diperbaiki. Makanya kita berharap reform di sektor pendidikan, di kementerian Agama yang membawahi pesantren, madrasah, kemudian vokasi, semuanya itu, akan memberikan bekal kepada para generasi muda untuk bisa memiliki skill atau knowledge yang diharapkan bisa mereka masuk ke pasar kerja yang baik, itu dari suply side-nya," jelasnya.
"Dari demand side-nya itu tadi bagaimana pengusaha, entrepreneur bisa meng-create job tanpa mereka harus terhalangi atau terbebani dengan berbagai macam bisnis proses yang sangat sulit, ini yang menjadi PR pemerintah pusat, dan pemda,” imbuhnya.
Sementara itu, untuk meningkatkan tax ratio di Indonesia yang masih rendah, Ani mengaku sudah melakukan berbagai usaha agar para wajib pajak memiliki kepatuhan dalam membayar pajak demi pembangunan di tanah air. Pendekatan dan sosialisasi yang dilakukan kementeriannya untuk meng-collect pajak pun disesuaikan dengan perkembangan zaman agar misalnya kaum milenial bisa memiliki kepedulian untuk lebih patuh sebagai wajib pajak. Menurutnya hal tersebut memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
“Kalau hari ini yang kita lakukan tetap dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Kalau intensifikasi itu artinya kita sudah complaid tapi dari sisi akurasi dan kemudahan membayar pajak yang seharusnya diperbaiki. Kalau sisi ekstensifikasi tax based-nya Indonesia, jadi ada sektor-sektor atau kegiatan ekonomi yang selama ini tidak mengkontribusikan pajak, entah karena memang mendapatkan fasilitas, entah karena memang collection-nya susah, entah karena masalah tata kelola, itu yang perlu untuk kita perbaiki. Kita terus melakukan kerja sama katakanlah seperti dengan temuan BPK, dengan KPK, kita lihat dengan pemerintah daerah untuk melakukan ekspansi dari tax based kita supaya bisa terus bisa kita tingkatkan dan internal kita perbaiki, tata kelolanya di pajak, IT sistemnya, SDM-nya,” paparnya. [gi/lt]