Bank Sentral AS Wajibkan Bank Asing Simpan Cadangan Modal Lebih Banyak

Gubernur Bank Sentral Amerika, Janet Yellen (Foto: dok).

Bank Sentral Amerika akan mewajibkan bank-bank asing terbesar di Amerika untuk menyimpan lebih banyak cadangan modal agar terhindar dari kerugian akibat kredit macet.
Bank Sentral Amerika, The Fed, memberlakukan peraturan lebih ketat bagi bank-bank asing terbesar di Amerika, Selasa (18/2) untuk menghindari berbagai jenis ancaman, seperti yang pernah mengakibatkan krisis keuangan pada tahun 2008. Peraturan ini mirip dengan yang sudah diberlakukan terhadap bank-bank besar Amerika.

Gubernur Bank Sentral Amerika, Janet Yellen, saat memimpin rapat dewan Bank Sentral Amerika pertamanya, mengatakan berbagai perubahan itu akan “ikut mengatasi sumber-sumber kerentanan” yang terpapar oleh krisis itu. Peraturan itu disetujui dengan suara lima berbanding nol.

Bank-bank asing tersebut sebelumnya menentang perubahan itu. Mereka berpendapat peraturan yang lebih ketat itu akan menaikkan biaya berbisnis di Amerika dan mengurangi jumlah kredit yang bisa mereka sediakan.

Peraturan itu mewajibkan bank asing dengan aset sedikitnya 50 miliar dolar yang beroperasi di Amerika, untuk mendirikan sebuah cabang dari bank induk itu di Amerika yang akan dikenakan kewajiban serupa dalam hal cadangan modal dan investasi modal seperti bank-bank induk Amerika.

Bank Sentral Amerika memperketat peraturannya atas bank-bank besar, yang bisa mengancam seluruh sistem keuangan, berdasarkan UU Dodd-Frank yang disahkan Kongres tahun 2010 dalam menanggapi krisis finansial.

Sementara itu, Departemen Perburuhan Amerika, Rabu (18/2) mengatakan indeks harga produsen, yang melacak harga sebelum sampai ke konsumen, naik 0,2 persen bulan Januari. Ini menyusul kenaikan 0,1 persen bulan Desember dan tak berubah bulan November.

Dalam setahun ini, harga produsen naik hanya 1,2 persen dibawah laju yang ditargetkan Bank Sentral Amerika. Terkecuali harga pangan, energi dan mark-up oleh kalangan grosir dan pengecer, harga-harga inti naik hanya 0,1 persen.

Inflasi Amerika turun dalam dua tahun ini, menjadi tantangan bagi para pembuat kebijakan di Fed. Sepanjang 2013, indeks harga produsen naik hanya 1,1 persen setelah naik 1,4 persen tahun 2012. Kedua angka itu jauh dibawah target Fed sebesar 2 persen.

Pengusaha sulit menaikkan harga akibat ketatnya pasar lowongan kerja dan kecilnya kenaikan upah. Konsumen kesulitan membayar harga yang lebih tinggi atau menuntut upah yang lebih besar.

Inflasi yang rendah memungkinkan Fed menerapkan berbagai program stimulus luar biasa untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Masih terkait upah, kajian oleh tim analis anggaran non-partisan di Kongres Amerika menyimpulkan upaya Partai Demokrat untuk menaikkan upah minimum federal dapat menghapus setengah juta lowongan kerja hingga tahun 2016.

Laporan Kantor Anggaran Kongres yang dirilis Selasa (18/2) mengatakan kenaikan upah secara bertahap menjadi 10 dolar 10 sen per jam hingga 2016 – seperti yang diusulkan Presiden Barack Obama dan Partai Demokrat di Kongres – akan menaikkan upah bagi lebih 16,5 juta orang yang sebagian besar berupah rendah. Menurut kajian tersebut, proposal itu juga akan membuat 900.000 orang keluar dari ambang kemiskinan.

Tetapi, dalam tahun pemilu dimana lambatnya pemulihan ekonomi Amerika masih menjadi isu utama, Partai Demokrat mempertentangkan kesimpulan lainnya dalam laporan itu: bahwa kenaikan upah itu akan mengurangi lowongan kerja tahun 2016 sebesar kira-kira 500.000 atau 0,3 persen.