Otoritas Amerika Serikat (AS) bergegas menyita aset-aset Bank Silicon Valley (SVB), bank terbesar ke-16 di AS, pada Jumat (10/3) setelah bank itu kolaps.
Kantor berita Associated Press melaporkan Bank Silicon Valley bankrut setelah para nasabah menarik tabungan besar-besaran pekan ini karena khawatir dengan kondisi neraca keuangan bank itu. Nasabah Bank Silicon Valley kebanyakan adalah karyawan perusahaan teknologi dan perusahaan-perusahaan yang didukung modal ventura.
Bank Silicon Valley menjadi bank kedua yang mengalami kerugian besar dalam sejarah AS setelah Washington Mutual pada puncak krisis keuangan satu dasawarsa lalu.
SVB sangat bergantung pada industri teknologi. Jadi, kecil kemungkinan kasus SVB akan merembet ke sektor perbankan AS seperti kekacauan yang terjadi berbulan-bulan sebelum Resesi Besar pada satu dekade lalu. Bank-bank terbesar di AS, yang kemungkinan besar bisa memicu masalah ekonomi sistemik, masih memiliki neraca keuangan yang sehat dan modal yang memadai.
Pada 2007, krisis keuangan terbesar sejak Depresi Besar melanda seluruh dunia setelah efek beragunan hipotek yang terkait pinjaman rumah menghantam AS hingga Asia dan Eropa.
Kepanikan di bursa saham Wall Street mengakibatkan Lehman Brothers, bank investasi AS yang didirikan pada 1847, kolaps. Karena banyak bank-bank besar saling terekspos, kebangkrutan Lehman Brothers menyebar ke seluruh sistem finansial global. Akibatnya, jutaan orang kehilangan pekerjaan.
Bangkrut dalam sekejap
Kebangkrutan SVB terjadi dalam waktu yang cepat. Bank itu masih tampak stabil awal tahun ini. Namun, SVB pada Kamis (9/3) mengumumkan rencana penggalangan dana sebesar $1,75 miliar atau sekitar Rp27,13 triliun untuk memperkuat modal. Aksi itu sontak membuat investor kalang-kabut dan harga saham anjlok 60%. Saham-saham kembali merosot pada Jumat (10/3) sebelum pembukaan perdagangan di bursa Nasdaq.
BACA JUGA: Biden Luncurkan Rencana Anggaran 2024 Sebesar $6,8 TriliunSebelum siang, Lembaga Penjamin Simpanan Federal (the Federal Deposit Insurance Corporation/FDIC) segera menutup SVB. Yang menjadi perhatian, FDIC tidak menunggu hingga penutupan bank untuk menyita asset-aset bank, yang biasanya menjadi runutan penutupan bank.
Pada saat bangkrut, SVB masih punya total aset senilai $209 miliar atau sekitar Rp 3.240 triliun. Belum jelas berapa dari tabungan yang masih ada bernilai di atas batas penjaminan senilai $250.000. Namun, laporan regulator sebelumnya menunjukkan banyak tabungan milik nasabah di SVB yang nilainya melebihi batas penjaminan.
FDIC mengatakan, Jumat (10/3), bahwa tabungan yang bernilai di bawah batas penjaminan $250.000 atau Rp 3,87 miliar akan tersedia pada Senin (13/3) pagi.
Saluran keuangan perusahan teknologi
Seperti tersirat dari namanya, SVB adalah saluran keuangan utama antara sektor teknologi, para pendirinya, perusahaan-perusahaan-perusahaan rintisan dan para pekerjanya.
Hubungan Silicon Valley dengan sektor teknologi dengan cepat berubah menjadi kerugian. Saham-saham perusahaan teknologi rontok dalam 18 bulan terakhir setelah lonjakan pertumbuhan saat pandemi dan pemutusan hubungan kerja (PHK) meluas di industri teknologi.
Pada saat yang sama, bank juga terdampak dengan upaya Federal Reserve, bank sentral As, untuk menekan inflasi dan serangkaian kenaikan suku bunga yang agresif untuk mendinginkan ekonomi.
BACA JUGA: Kepala Bank Sentral: Ekonomi AS Melaju Lebih Cepat dari PerkiraanKetika Fed menaikan suku bunga acuan, nilai obligasi – aset yang biasanya stabil – mulai turun. Penurunan nilai obligasi sebenarnya tidak malah karena dianggap “kerugian tidak terealisasi” atau kerugian yang tidak dihitung ketika menghitung modal cadangan yang bisa digunakan bank-bank ketika ada penurunan bisnis ke depan.
Namun, ketika para nasabah makin gelisah dan mulai menarik uang mereka, bank-bank kadang-kadang harus menjual obligasi-obligasi tersebut sebelum jatuh tempo untuk menutupi penarikan dana besar-besaran.
Ini lah yang terjadi pada Bank Silicon Valley yang harus menjual aset dengan likuiditas tinggi senilai $21 miliar untuk menutup penarikan dalam. SVB mengalami kerugian sebesar $1,8 miliar dari penjualan obligasi-obligasi itu. [ft/ah]