Bantuan Barat Terus Tertunda, Pasukan Ukraina Alami Krisis Amunisi

Tentara Ukraina semakin kekurangan amunisi dalam perang mereka melawan agresi Rusia (foto: dok).

Pasukan Ukraina di garis depan mengalami kekurangan amunisi. Bantuan yang terus tertunda dari sekutu Barat, khususnya Amerika Serikat, telah menurunkan secara signifikan jumlah serangan artileri terhadap Rusia.

Suara tembakan meriam semakin santer terdengar di posisi artileri Ukraina di Donbas. Setahun lalu, pasukan Ukraina di sana menembakkan artileri sedikitnya 40 kali dalam satu hari. Sekarang, frekuensinya jauh berkurang, bahkan terkadang tidak terdengar sama sekali.

Di garis depan, situasi serupa terjadi. Bantuan dari sekutu barat, khususnya Amerika Serikat, terus tertunda, sehingga pasukan Ukraina dihadapkan pada situasi kekurangan amunisi.

Salah seorang prajurit, dengan nama perang “Little Boy” mengatakan kepada VOA bahwa ada perubahan strategi perang dalam situasi ini.

“Sekarang jumlah peluru lebih sedikit, jauh lebih sedikit dari sebelumnya. Tergantung bagaimana mereka bergerak, kebanyakan kami hanya menembak tank dan kendaraan lapis baja; tim mortir yang menarget tentara Rusia,” ujarnya.

Salah satu garis depan Donbas, di hutan Kreminna, pasukan Ukraina menerima perintah untuk menyerang sekelompok tentara Rusia yang keluar dari parit untuk pergantian tugas. Mereka bergerak menyesuaikan artileri mereka, tetapi mendapat instruksi lanjutan bahwa menjaga ketersediaan peluru menjadi prioritas.

BACA JUGA: Zelenskyy Sebut Rencana Militer Rusia Tidak Terbatas Pada Ukraina Saja 

Sebagian besar pasukan yang berada dalam bunker ini sudah berada di garis depan sejak peperangan dimulai, dengan hanya sedikit istirahat. Banyak dari mereka sejauh ini hanya dapat bertemu keluarganya dua kali. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan dalam bunker yang kecil, gelap dan tertutup, menunggu perintah untuk menembak.

Belarusian, salah seorang prajurit di dalam bunker itu, menceritakan kisahnya.

“Ini adalah perjuangan moral. Jauh dari keluarga untuk waktu yang lama, itu sulit. Tetapi kami tidak punya pilihan. Kami telah mengalami pendudukan; kami tahu dampaknya,” ujar Belarusian.

Belarusian hanya bisa mendapat kesempatan 20 hari dalam dua tahun ini untuk berkumpul dengan keluarganya: seorang anak perempuan, anak laki-laki, dan dua cucu. Dia mengaku lelah, sama seperti tentara lainnya di garis depan.

Ukraina menyadari pasukannya sudah lelah, dan sekarang sedang menyiapkan RUU kontroversial untuk menerjunkan pasukan tambahan lebih dari 500 ribu orang ke dalam peperangan ini.

Hingga bantuan itu datang, mereka hanya bisa bertahan dan mencoba berbahagia dengan cara yang sederhana, dalam situasi yang ada. [ti/ka]