Kertas yang dilipat dengan foto bayi berusia empat bulan itu menceritakan sesuatu yang akan membayangi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan tuan rumah China saat ia berkunjung ke Beijing minggu ini.
Bayi Arife adalah seorang Uighur, salah satu dari ribuan anggota minoritas etnis China Muslim yang berbahasa Turki yang telah mencapai Turki, sebagian besar sejak tahun lalu. Hal ini telah membuat China berang, menuduh Ankara membantu warganya kabur secara ilegal.
Para pejabat Turki menyangkal peran langsung dalam membantu pelarian tersebut. Namun dokumen itu, yang berjudul "Dokumen Perjalanan Orang Asing Darurat Republik Turki" menunjukkan sebaliknya.
Ibu Arife, Summeye, yang berusia 35 tahun, mengatakan ia diberi kertas itu, berikut dokumen-dokumen lain untuknya dan tiga anaknya yang lain, oleh seorang diplomat di Kedutaan Besar Turki di Kuala Lumpur. Tempat itu ia capai dalam perjalanan sembilan hari dengan bantuan penyelundup manusia melalui Kamboja, Vietnam dan Thailand.
Dokumen tersebut, yang hanya valid untuk bepergian ke Turki, menunjukkan tempat kelahiran bayi Arife sebagai Turpan, kota di wilayah Xinjiang di China bagian barat. Di bawah "kebangsaan", tertulis "Turkestan Timur" atau nama lain yang diberikan oleh para aktivis Uighur dan para pendukung mereka di Turki untuk kampung halaman mereka di China.
Orang-orang Uighur lainnya di Istanbul mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa mereka juga mencapai Turki tahun lalu lewat jalur serupa, membayar penyelundup manusia untuk melarikan diri dari China dan menerima dokumen perjalanan di jalan.
Isu ini membuat tidak nyaman Ankara, yang mengatakan terbuka atas klaim pencari suaka sah oleh para korban penindasan yang mencapai wilayah mereka. Namun pihak Turki menyangkal bertindak di luar negeri untuk membantu eksodus ornag-orang Uighur yang melonjak tahun lalu.
Perwakilan Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan mereka tidak dapat segera berkomentar mengenai dokumen perjalanan sementara yang dilihat Reuters.
Tong Bishan, polisi senior China yang membantu memimpin upaya Beijing untuk mengembalikan orang-orang Uighur, mengatakan isu penyediaan dokumen perjalanan oleh Turki di kedutaan-kedutaan di Asia Tenggara telah disampaikan ke "tingkat-tingkat atas."
"Sikap pemerintah Turki secara umum tidak buruk. Namun kita telah melihat para pegawai di kedutaan-kedutaan Turki telah memberikan bantuan," ujarnya bulan ini.
Orang-orang Uighur yang melarikan diri dari China mengatakan mereka menghindar dari represi oleh pihak berwenang di China.
"Mereka tidak mengizinkan kami hidup sebagai Muslim," menurut seorang pengungsi Uighur, yang juga bernama Sumeyye, yang melarikan diri ke Turki Oktober lalu dengan tiga anaknya dan hidup di bawah tanah blok perumahan pekerja di Istanbul.
"Anda tidak dapat beribadah. Anda tidak boleh menyimpan lebih dari satu Quran di rumah. Anda tidak dapat mengajarkan agama Islam kepada anak-anak, tidak dapat berpuasa dan pergi Haji. Jika Anda dihalangi dari identitas keseluruhan Anda, apa gunanya," ujarnya lewat penerjemah.
Kelompok nasionalis di Turki menganggap Uighur sebagai etnis tertindas dan yakin pemerintahnya harus melakukan lebih banyak untuk menolong mereka.
Orang-orang Uighur mengakui bahwa beberapa anggota komunitas mereka ada yang menyeberang Turki untuk berperang bersama militan Negara Islam (ISIS) di Suriah, tapi itu hanya sekelompok kecil.
"Saya tahu banyak dari mereka menyesalinya dan ingin kembali. Mereka naif dan mudah diperdaya," ujar seorang pengungsi Uighur, Adil Abdulgaffar, 49, di Istanbul.
Banyak dari pengungsi Uighur mengisahkan penindasan di China dan perjalanan yang berat untuk melarikan diri, membayar penyelundup ribuan dolar untuk menghindari pembatasan dari pemerintah untuk bepergian.
“Untuk para penyelundup ini, Uighur berarti uang. Jika Anda orang Vietnam, mereka meminta US$1.000, tapi untuk orang Uighur, diminta lima sampai 10 kali lipat," ujar Erkin Huseyin, 54.
"Kami lahir dalam kehidupan yang ditindas," ujar pengungsi lain, Omar Abdulgaffar, 44. "Orang-orangtua kami telah mengalami ini dan saya pikir, mengapa anak-anak saya harus menghadapinya juga? Jadi kami melarikan diri."